Minggu, 30 Oktober 2011

Memaksimalkan Peran Wakil Menteri


Memaksimalkan Peran Wakil Menteri
Prof. Martani Huseini, PERISET DI FISIP DAN FE UNIVERSITAS INDONESIA
Sumber : SINDO, 31 Oktober 2011




Postur baru Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dikritik banyak pihak cenderung terlalu gendut dan tidak efisien, antara lain karena banyaknya posisi wakil menteri (wamen).

Ada kesan bahwa sense of direction peran wamen belum dikaji atau setidaknya belum dikomunikasikan secara luas,tetapi lembaga dan personelnya sudah ditetapkan. Dapat dipahami bila kemudian muncul pertanyaan mengenai fitting & alignment dalam pemantapan lembaga wamen dan operasionalisasi tugas pokok dan fungsinya. Sebenarnya format kabinet baru yang banyak dikritik tersebut masih dapat dioptimalkan secara lebih futuristik dan padat pengetahuan dengan cara memaksimalkan peran wamen dalam tatanan organisasi yang ada, tetapi ke depan perlu di-redesain struktur dan tupoksinya.

Dapur Pengetahuan Birokrasi

Dibentuknya wamen dapat dijelaskan dari beberapa perspektif. Pertama, hal itu sesuai dengan amanat Pasal 10 Undang-Undang 39/2008 tentang Kementerian Negara. Kedua, lembaga wamen dapat menjadi penghubung dan peredam (boundary spanning) dinamika politik,baik internal maupun eksternal, terutama dengan banyaknya menteri berlatar belakang politik (political appointee).

Selama ini penghubung dan peredam itu diharapkan dapat diperankan oleh jajaran staf khusus yang dibentuk oleh setiap menteri. Tapi kenyataannya hal tersebut tidak selalu dapat berjalan secara optimal. Wamen dapat menjaga stabilitas tata kelola birokrasi, termasuk terjaminnya jenjang karier para birokrat profesional. Hal ini penting guna mewujudkan merit systemyang konsisten dan sistematik di tengah turbulensi sistem politik yang masih dalam proses konsolidasi. Ketiga, wamen dapat menjadi koordinasi dapur pengetahuan birokrasi, khususnya dalam hal percepatan dan harmonisasi regulasi.

Salah satu soal krusial selama ini adalah masalah percepatan dan harmonisasi regulasi. Walaupun dapat diperankan oleh sekretaris jenderal, mengingat beban kerja yang sangat tinggi, percepatan dan harmonisasi regulasi ini seringkali menghadapi leher botol (bottleneck). Wamen sangat berpontensi memecahkan problem bottleneck regulasi ini,termasuk dalam penyelesaian rancangan undangundang bersama dengan DPR dan/atau DPD. Lebih jauh, wamen juga dapat memaksimalkan peran unit-unit produksi dan diseminasi pengetahuan di kementerian, yaitu Balitbang dan Bandiklat. Selama ini ada kecenderungan bahwa kedua unit operasional ini seperti hidup segan mati tidak mau.

Wamen dan Chancellor

Di banyak perguruan tinggi, khususnya di negara-negara persemakmuran, dikenal lembaga pimpinan kampus yang bergelar chancellor dan vice chancellor.Kedua lembaga ini memiliki deskripsi dan pembagian kewenangan secara jelas.

Chancellor sebagai pemimpin tertinggi memiliki otoritas pengambilan keputusan final untuk kebijakan makro dan strategis. Chancellor juga memiliki kedudukan seremonial dan simbolik tertinggi mewakili kampus. Sementara itu, vice chancellor memimpin manajemen akademis dan administratif kampus untuk menjamin seluruh tata kelola organisasi berlangsung maksimal berdasarkan prinsip good and clean governance. Sesungguhnya lembaga menteri dan wakil menteri juga dapat dirancang dalam model pembagian kerja antara chancellor dan vice cancellor tersebut.

Otoritas pengambilan keputusan strategis kementerian sebagai perwujudan dari kewenangan kabinet tetap berada di tangan menteri. Kedudukan seremonial dan simbolis kementerian melekat pada seorang menteri.Dengan demikian sidang dalam rapat paripurna, rapat dengar pendapat, dan rapat kerja panitia khusus dengan DPR dan/atau dengan DPD tetap harus dihadiri oleh seorang menteri. Tentu saja wamen,sekjen,dan pejabat satuan teknis harus mendampingi menteri sesuai dengan bidang tugas pokok dan fungsi.

Agak berbeda dengan vice chancellor yang langsung berfungsi dalam manajemen akademis dan administrasi kampus, wamen dapat difokuskan dalam menjamin berlangsungnya tata kelola birokrasi berbasis pengetahuan.Pengelolaan administrasi kementerian tetap ditangani oleh sekjen dan jajaran teknis lainnya. Dengan demikian, kehadiran wamen tidak mengubah hierarki pengelolaan anggaran, yakni pengguna anggaran (menteri), kuasa pengguna anggaran (eselon I), pejabat pembuat komitmen (eselon II), dan seterusnya.

Payung Hukum

Sejauh ini payung hukum lembaga wamen adalah Pasal 10 Undang-Undang 39/2008 tentang Kementerian Negara. Selain keputusan presiden tentang penunjukan dan pengangkatan wamen yang sifatnya beshickking, tampaknya diperlukan payung hukum yang sifatnya regelling, misalnya dalam bentuk peraturan presiden.

Dalam peraturan presiden ini dapat diatur secara lebih terperinci dan operasional tugas pokok wamen dalam kaitannya dengan menteri dan jajaran eselon I kementerian, termasuk dukungan operasionalnya. Kekhawatiran tentang kemungkinan tidak harmonisnya hubungan antara menteri dengan wakil menteri selain dapat diminimalkan dengan peraturan presiden tersebut, juga harus diselesaikan dengan kematangan kepemimpinan (leadership).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar