Pelembagaan Revolusi Mesir
Ibnu Burdah, PEMERHATI MASALAH TIMUR TENGAH DAN DUNIA ISLAM, UIN SUNAN KALIJAGA
Sumber : SUARA MERDEKA, 29 November 2011
Perjuangan untuk perubahan seringkali sangat sulit dan menelan tidak sedikit korban. Tapi pelembagaan hasil gerakan bahkan berlangsung lebih sulit lagi. Inilah yang sekarang terjadi di Mesir setelah mundurnya Hosni Mubarak, Februari lalu. Peralihan kekuasaan dari militer ke sipil adalah salah satu pesan terpenting revolusi 25 Januari di negara itu. Namun setelah hampir 10 bulan keberhasilan gerakan rakyat mendesak Mubarak mundur, kekuasaan tertinggi masih berada di tangan militer, tepatnya Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata atau Dewan Agung Militer (Al-Majlis al-Askariy al-A’la).
Dewan yang dipimpin Al-Mursyid (Field Marshal) Hussein Tantawi itu telah menjanjikan peralihan itu akan dilaksanakan pada pertengahan Februari tahun depan. Tetapi, kelompok-kelompok politik di Mesir mencurigai dewan itu terus berupaya secara sistematis dan terencana menunda proses peralihan itu. Itulah yang digugat puluhan ribu demonstran di Tahrir baru-baru ini.
Hingga saat ini, gejala politik di Mesir menunjukkan ada beberapa hal yang menghambat proses institusionalisasi hasil gerakan rakyat. Yang terpenting tentunya adalah sebagian pendukung Mubarak masih melakukan ”perlawanan” terhadap arus perubahan melalui berbagai cara. Dukungan terbuka kepada Mubarak barangkali sudah tidak ada, sebab ia sudah menjadi simbol musuh ibu kandung Mesir yang baru: revolusi rakyat. Namun, upaya-upaya untuk menghambat laju perubahan itu jelas sekali terjadi.
Bagaimana pun, sebagian tentara, termasuk Dewan Agung Militer yang memegang otoritas pemerintahan saat ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari Mubarak. Tuntutan revolusi bukan hanya pengadilan terhadap Mubarak dan keluarga melainkan juga seluruh kroninya yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Tuntutan semacam itu bukan hanya berarti ancaman terhadap karier dan jabatan mereka sebagai elite militer melainkan juga ancaman terhadap masa depan dan hidup mereka.
Beberapa kelompok perjuangan untuk menjatuhkan Mubarak telah menjadi partai politik. Itu artinya akan terjadi pertarungan perebutan kekuasaan di antara kelompok itu. Pertarungan keras tampaknya akan terjadi antara Jamaah Al-Ikhwan al-Muslimin dan Partai Hurriyah wa Adalah (Kebebasan dan Keadilah), dan kelompok-kelompok liberal dan nasionalis. Keunggulan yang pertama terletak pada konsolidasi jauh-jauh lebih awal, keterasahan dalam menghadapi kondisi yang sulit, dan mereka adalah salah satu simbol korban kezaliman Mubarak.
Pihak Luar
Amerika Serikat, Israel, Arab Saudi, dan Iran merupakan aktor-aktor yang secara kasat mata ingin turut menentukan arah perubahan di Mesir. Tiga yang pertama menginginkan posisi Mesir baru tidak berubah sebagaimana masa Mubarak; menjadi jangkar stabilitas dan keseimbangan versi mereka di kawasan, memimpin negara-negara Arab berorientasi Barat, dan tetap menjaga hasil peace agreement dengan Israel, termasuk mendorong proses perdamaian Israel-Palestina.
Iran getol menarik Mesir baru dalam barisannya, atau setidaknya menjauhkan negeri itu dari Amerika dan Israel. Saudi adalah aktor lain yang tidak bisa diremehkan. Negara itu sangat berkepentingan terhadap Mesir untuk menjadi sekutu kuat di kawasan yang berorientasi ke Barat dan melawan pengaruh Iran.
Kuatnya intervensi asing dapat membelokkan arah perubahan Mesir dari cita-cita revolusi. Kendati pihak-pihak luar itu menyatakan dukungan dan lahirnya Mesir baru sebagai negara demokratis, yang terpenting bagi mereka sesungguhnya adalah memastikan bahwa agenda dan kepentingan mereka di kawasan didukung atau setidaknya tidak dihambat oleh rezim baru hasil revolusi itu.
Rakyat Mesir tentu ingin segera merasakan hasil perjuangan yang mereka kobarkan dengan pengorbanan luar biasa. Mereka pasti menginginkan hasil yang lebih riil yang bisa mereka rasakan dalam kehidupan nyata. Setelah Mubarak jatuh, perekonomian Mesir yang turun drastis belum sepenuhnya pulih kembali. Pariwisata yang menjadi andalan ekonomi sangat sensitif dengan isu keamanan.
Sementara, hingga saat ini demontrasi yang menuntut penuntasan tuntutan rakyat belum berakhir, bahkan mungkin masih sangat lama. Ketidakpuasan rakyat atas kondisi ini bukan hanya bisa menghambat pelembagaan hasil-hasil gerakan itu melainkan juga dapat memukul balik semangat dan cita-cita revolusi itu sendiri. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar