Mempersiapkan Jaminan Sosial
Sulastomo, KETUA TIM SJSN 2001–2004
Sumber : KOMPAS, 28 November 2011
RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional telah disahkan DPR tanggal 28 Oktober 2011. Lembaga yang bertugas menyelenggarakan jaminan kesehatan harus telah beroperasi pada tahun 2014. Ada waktu dua tahun untuk mempersiapkan diri.
Lembaga itu adalah BPJS I, yang memikul tugas tidak ringan. BPJS I memerlukan dukungan banyak pihak terkait untuk memenuhi harapan rakyat.
Untuk itu, diperlukan peraturan pemerintah (PP) atau peraturan presiden (perpres), yang sudah harus selesai dan dipahami oleh berbagai pihak yang terkait dengan penyelenggaraan program jaminan kesehatan, menjelang tahun 2014.
Yang juga sangat penting sebenarnya adalah tersedianya pemberi pelayanan kesehatan (health care providers) yang mampu memberikan layanan sesuai dengan yang termaktub dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Membangun Sistem
Salah satu hal yang mungkin tidak mudah adalah bagaimana kita mempersiapkan kerja pemberi pelayanan kesehatan. Mulai dari tata cara rawat jalan tingkat pertama ke dokter umum dan puskesmas hingga pelayanan rujukan ke dokter spesialis ataupun keperluan rawat inap di rumah sakit.
Pengelolaan meliputi aspek jumlah kecukupan sampai pemahaman terhadap prosedur pelayanan yang harus dilakukan. Mereka harus dapat bekerja sama dengan BPJS I, terkait dengan pembiayaan, prosedur pelayanan, penyelenggaraan administrasi, termasuk juga pencatatan dan pelaporannya. Yang pasti semua ini berbeda dengan apa yang sudah berjalan selama ini.
Di dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan, pelayanan kesehatan diberikan sesuai dengan kebutuhan medik dengan menerapkan konsep managed–care.
Konsep tersebut mengintegrasikan sistem pelayanan (delivery of care) dan pembiayaan (financing of care), antara lain dengan menerapkan konsep pelayanan dokter keluarga, rujukan, dan pembayaran pradana (prospective payment system).
Termasuk dalam pembayaran pradana ini antara lain adalah capitation, yaitu pembayaran pelayanan kesehatan diberikan sesuai dengan jumlah jiwa/kapita yang dilayani. Ada juga DRG’s (diagnostic related groups), yaitu pembayaran pelayanan kesehatan diberikan sesuai dengan diagnosis penyakit.
Konsep managed care juga menerapkan daftar dan plafon harga obat (DPHO) sehingga kebebasan profesi yang selama ini dinikmati para dokter bisa (terasa) dibatasi.
Kalau prinsip–prinsip tersebut bisa disadari sebagai cara untuk menumbuhkan efisiensi dalam mewujudkan kualitas pelayanan dan pengendalian biaya kesehatan secara proporsional, pembatasan profesi itu tidak akan menjadi masalah. Bahkan, bisa jadi justru dirasakan sebagai kewajiban menjaga kelangsungan program jaminan kesehatan.
Tidak berlebih, yang akan kita bangun adalah sebuah sistem pelayanan kesehatan, bagaimana kita mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan medik, yang mutu dan biaya pelayanan kesehatan dapat terkendali.
Tugas Pemerintah
Persiapan itu selayaknya dilakukan secepatnya. Terkait dengan berbagai PP dan perpres dan kecukupan jumlah sarana kesehatan, tanggung jawab berada pada pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Jumlah tempat tidur rumah sakit perlu diperhitungkan untuk dapat memenuhi kebutuhan rawat inap.
Jumlah puskesmas—meskipun relatif cukup banyak—masih memerlukan perhatian terhadap keberadaan dokternya. Kabarnya, masih banyak puskesmas yang belum ada dokternya.
Puskesmas bisa dilengkapi dengan sarana rawat inap sederhana, sebelum merujuk pasien ke rumah sakit. Selain itu, juga kemampuan mediknya—baik dari aspek teknologi kedokteran maupun tingkat keahlian yang dimiliki sarana pelayanan kesehatan kita—juga perlu ditingkatkan.
Dengan demikian, seluruh kebutuhan medik terpenuhi. Jumlah dokter umum dan spesialis serta personel paramedis juga perlu tersedia dalam jumlah memadai.
Semua pihak wajib melaksanakan tugas sesuai dengan sistem pelayanan dan pembiayaan yang ditetapkan untuk BPJS I. Untuk itu diperlukan sosialisasi konsep dalam waktu yang cukup.
Oleh karena itu, kita tidak boleh lagi membiarkan waktu berjalan tanpa usaha membangun sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan yang efisien dan efektif (managed health care concept) sebagaimana termaktub dalam UU No 40/2004. Apa yang akan terjadi sesungguhnya adalah sebuah reformasi sistem pelayanan kesehatan kita.
Dampak Positif
Apabila semua dapat dipersiapkan dengan baik, akan besar dampak positif yang dapat kita nikmati. Investasi di bidang sarana kesehatan akan berkembang lebih cepat sehingga. baik jumlah maupun tingkat keahlian dan teknologi kedokterannya, akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kualitas pelayanan dan tarif yang terkendali akan mewujudkan efisiensi.
Investasi di bidang kesehatan ini antara lain dari aspek tenaga kerja. Jumlah dokter dan paramedis yang masih banyak diperlukan membuka lebar kesempatan kerja angkatan muda.
Namun, perlu disadari bahwa semuanya harus berjalan secara bertahap, tidak sekali jadi. Sosialisasi kepada masyarakat, khususnya peserta program jaminan kesehatan, juga sangat penting. Ini agar mereka bersedia ikut membangun sistem, tidak hanya ingin kebutuhannya terpenuhi.●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar