Minggu, 04 Desember 2011

Doa Bersama Antaragama


Doa Bersama Antaragama
Martin Lukito Sinaga, PENDETA GKPS; KINI BEKERJA PADA LEMBAGA OIKOUMENE DI GENEVA, SWISS
Sumber : KOMPAS, 3 Desember 2011


Pada 27 Oktober 1986 di Asisi, Italia, Paus Yohanes Paulus II mengundang pemimpin agama-agama memanjatkan doa perdamaian bersama.

Dalam sambutannya Paus menegaskan bahwa ”kedatangan kita dari berbagai penjuru di muka bumi ini, dan kini bersama-sama hadir di Asisi, adalah sebuah tanda betapa kita memiliki panggilan yang sama demi perdamaian dan harmoni dunia”. Asisi dipilih karena dari situ Fransiskus Asisi (1182-1226) berasal, pemimpin rohani Katolik yang semasa Perang Salib menyeberang ke Mesir dan berdialog dengan pemimpin Islam, Sultan Malik al-Kamil.

Setelah 25 tahun, Paus Bene- diktus XVI menghidupkan spirit Asisi itu dan mengundang tokoh- tokoh agama bertemu lagi di Asisi. Pertemuan kali ini bertema ”Pilgrims of Truth, Pilgrims of Peace”. Vatikan menegaskan pertemuan itu hendak mengaminkan bahwa setiap manusia pada akhirnya merupakan peziarah pencari kebenaran dan kebaikan dan, dalam terang peziarahan itu, bersama-sama kiranya mengukir dunia yang adil dan damai.

Dalam hal itu sosok Fransiskus Asisi dan Sultan Malik al-Kamil dapat membantu kita kini dalam perziarahan rohani. Di tengah kecamuk Perang Salib, pada 1219, Fransiskus Asisi menyelinap masuk tenda Sultan Malik di Damietta, Mesir. Ia ingin agar perang berakhir, juga agar sang Sultan mau menjadi Kristen.

Dalam kebesaran hati Sultan itu, ia dapat memahami dan menerima niat baik Fransiskus dan dalam terang pengalamannya berjumpa dengan orang Kristen Koptik di Mesir, ia meyakinkan Fransiskus bahwa bukannya beralih agama yang terutama, melainkan nyatanya keramahtamahan iman yang terbuka menerima pihak yang berbeda.

Iman yang bisa terbuka, dalam sikap keramahtamahan itu, sungguh diperlukan kala itu. Kini kita pun butuh iman atau keberagamaan yang terbuka, dan doa bersama lintas agama akan jadi bukti utama adanya iman sedemikian.

Sultan Malik pasti menemukan kedalaman dan kejernihan doa Fransiskus, seperti kerap ia rasakan dalam doa para sufi Muslim di Mesir. Apalagi diketahui bahwa kehidupan Fransiskus sedemikian sederhana, tak mencekau harta benda. Sang Sultan tahu bahwa sikap tak lekat akan yang material tadi datang dari sikap taat dan cinta kepada Allah, pemilik sekalian alam ini.

Dalam berdoa kita sebetulnya sedang mengakui misteri yang mengelilingi hidup manusia; doa menjadi jalan agar manusia bisa tiba pada sang Misteri itu. Ada momen berkomunikasi kepada- Nya dalam doa dan seiring dengan itu kemurahan-Nya pun te- rasa berlimpah.

Maka, sering dikatakan, doa adalah bahasa jiwa yang hendak membicarakan dan membuka hati terhadap mukjizat kehidupan yang tak habis-habisnya. Kalau demikianlah makna doa, maka keterbukaan hati dan iman pada Sang Ilahi yang murah hati tadi tak mungkin tanpa kehadiran sesama manusia. Yang melimpah dari-Nya pasti diberikan untuk semua manusia sehingga doa ”saya” selalu berdimensi syafaat: agar mereka, juga kita, diberi berkat dan sejahtera. Di sini ”saya dan engkau” bersama-sama dapat berdoa dan berharap akan kemurahan-Nya yang tak berbatas.

Perlu dicatat, doa bersama tak berarti agama-agama perlu melanjutkannya dengan ibadah bersama. Di sini ada batas yang menyingsing sebab, bagaimanapun, identitas agama selaku satu komunitas perlu dipertahankan. Melalui ibadah, umat beriman tengah menata identitas iman dan integritas kehidupan umatnya ke satu modus yang khas.

Ibadah adalah tindakan komunitas, sementara berdoa lebih sebagai sikap iman pribadi di hadapan Sang Misteri tadi. Dalam ibadah, agama sedang mendaku dan merayakan satu Nama yang khas, yang melaluinya mereka tiba pada Yang Ilahi tadi. Ibadah bersama dengan demikian akan membantu tiap agama mengorganisasi diri sebagai satu paguyuban yang utuh di tengah konteks kemajemukan masyarakatnya.

Makna Berdoa Bersama

Setelah peristiwa kekerasan sekitar Mei 1998, tokoh agama Indonesia yang dipimpin Gus Dur kumpul di Ciganjur berdoa bersama. Spirit dialog dan keterbukaan iman masing-masing terlihat dan hal itu dilakukan demi perdamaian di negeri kita ini.

Dalam doa bersama, agama- agama hendak melihat peristiwa kehidupan sehari-hari itu dari mata kemurahan Sang Ilahi. Kalau kesatuan Ilahi (tauhid) disebutkan dalam doa, itu berarti kemahakuasaan-Nya mutlak sehingga tak ada kekuasaan apa pun di bumi yang boleh mendaku mutlak. Kalau kasih Ilahi (Trinitas) dipanggil dalam doa, itu berarti Tuhan tak pernah berhenti mendorong manusia memilih jalan rekonsiliasi dalam hidupnya.

Dalam konteks keguncangan ekonomi global kini, doa agama- agama bisa bersama-sama mengaminkan berlimpahnya berkat- Nya, jauh dari sistem ekonomi global yang berasumsi dan beroperasi dengan prinsip kelangkaan. Pemberian Tuhan yang murah yang diaminkan agama-agama itu kiranya dilanjutkan dengan pengelolaan ekonomi yang bersifat kooperatif: semua dapat menikmati air, api (energi), dan tanah (sandang pangan).

Ekonomi yang bergerak dengan prinsip langka akan bersifat membedakan dan memprivatisa- sikan, lalu dalam sikap loba akan menimbun demi rasa aman sendiri. Namun, iman akan kemurahan-Nya yang melimpah tadi akan memberi sikap baru hidup ekonomi: bukan mengamankan diri sendiri yang terutama, tetapi menyediakan livelihood yang memberi sejahtera dan mata pencaharian bagi semua. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar