Dimana Rasa Keadilan Itu?
Irman Gusman, KETUA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA (DPD RI)
Sumber : SINDO, 12 Desember 2011
Di tengah keputusasaan masyarakat akan keadilan di negeri ini,dua kejadian beruntun terjadi.
Pertama, tertangkapnya Nunun Nurbaeti di Thailand setelah sekian lama melakukan pelarian ke luar negeri.Terlepas dari kontroversi apa pun, tertangkapnya Nunun menjadi kabar baik bagi upaya pemberantasan korupsi setelah Nazaruddin juga berhasil ditangkap di Kolombia, sekaligus kado istimewa bagi Ketua KPK Busyro Muqoddas yang akan segera berakhir masa jabatannya.
Kedua, Sondang Hutagalung, mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) yang membakar diri di depan Istana Negara beberapa waktu lalu, meninggal dunia. Meninggalnya Sondang menjadi berita duka yang mengiris hati para penggiat demokrasi dan hak asasi manusia. Kedua kejadian ini memang paradoks. Tertangkapnya Nunun merupakan bukti bahwa upaya pemberantasan korupsi mulai menemukan titik terang.
Mulai terlihat ada upaya dari aparatur penegak hukum, terutama KPK, untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang saat ini mendapat sorotan masyarakat luas. Kita tentu mengapresiasi upaya-upaya seperti ini. Karena bagaimanapun korupsi adalah ancaman serius. Jika ada, dugaan itu harus diproses secara hukum demi kepastian bagi masyarakat.
Semakin tinggi kepastian,semakin tinggi pula tingkat kepercayaan masyarakat kepada institusi penegak hukum. Namun, meninggalnya Sondang menyisakan sebuah tanda tanya tentang keadilan yang sesungguhnya. Sondang merelakan nyawanya demi menyuarakan keadilan dan hak asasi manusia di depan Istana Negara tanpa pamrih.
Sondang adalah tubuh yang menjadi api suci,membakar jiwanya dalam lautan keputusasaan yang mendalam.Sondang adalah sebuah pengorbanan tanpa menghitung untung-rugi. Di mana rasa keadilan itu? Inilah yang dipertanyakan Sondang ketika melakukan aksi bakar diri.
Negara dan Keadilan Masyarakat
Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa negara dibentuk untuk empat tujuan yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Empat tujuan bernegara tersebut sesungguhnya sangat bertautan dengan keadilan.
Bahkan dalam Pancasila, sila terakhir yang menjadi penutup dari falsafah dasar negara adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, keadilan merupakan tujuan utama yang penting. Kita semua sepakat bahwa kesejahteraan itu tidak hanya diukur dari statistik ekonomi (pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi,dan investasi), tetapi juga dari keadilan bagi semua orang, yang mencakup keadilan hukum, politik, ekonomi, dan sosial-budaya.
Dalam hal ekonomi misalnya, dari tahun ke tahun ekonomi kita memang terus tumbuh dengan baik.Namun,pertumbuhan itu belum dirasakan dampaknya secara merata oleh masyarakat, karena pertumbuhan tersebut masih berpusat di kota-kota besar, didominasi oleh sektor modern,belum meratanya kualitas pendidikan masyarakat, serta berbagai faktor lainnya.
Pun dari sisi demokrasi, seringkali kita terlalu terlena dengan status kita sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.Dalam hal proses,masyarakat dunia memang memberi apresiasi yang besar atas proses transisi demokrasi yang terjadi.Namun, jika kita jujur melihat, nyatanya demokrasi, otonomi, dan desentralisasi belum serta-merta berjalan lurus dengan berkurangnya korupsi, meningkatnya kesejahteraan dan pelayanan publik (kesehatan dan pendidikan), rasa keamanan, ketertiban, dan jaminan sosial.
Demokrasi tidak sekadar bertujuan untuk sirkulasi kekuasaan lima tahunan secara demokratis. Bukan sekadar urusan siapa menjadi presiden, wakil presiden, anggota DPR dan DPD, menteri, gubernur, bupati, dan wali kota, melainkan bagaimana negara menciptakan keadilan hukum, ekonomi, politik, sosial-budaya, meningkatkan kesejahteraan, keamanan, ketertiban, dan kenyamanan bagi semua warga negara.
Ada fenomena akhir-akhir ini yang membutuhkan sebuah analisis sosiologis yang mendalam. Bagaimana menjelaskan pembunuhan yang dilakukan para pelajar yang bermula dari sebuah perkelahian biasa, peraih medali emas olimpiade matematika yang dibunuh dengan motif pencurian BB, seorang TKW Tuti Tursilawati yang sedang menunggu eksekusi hukuman mati, dan tentu masih banyak lagi kejadiankejadian seperti ini di daerah.
Masyarakat kebanyakan sedang berhadapan dengan kenyataan sulitnya mendapatkan akses ekonomi, kesejahteraan yang masih jauh dari harapan, ketidakadilan yang makin melebar, korupsi yang makin merajalela, hukum yang tidak berpihak pada rakyat kecil, rasa aman yang terusik, serta berbagai fenomena sosial lainnya. Barangkali kondisi-kondisi inilah yang memicu rasa frustrasi masyarakat.
Mari coba kita tengok sebuah fakta tentang penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. The World Justice Project dalam Rule of Law Index 2010 memberi sebuah penilaian yang sangat memprihatinkan. Dari 35 negara yang disurvei seperti Amerika Serikat,Swedia, Prancis, Jepang,Korea Selatan, Spanyol, Australia, Afrika Selatan,Meksiko,Argentina, Turki,Thailand, Peru, Bolivia, Maroko, dan sebagainya, Indonesia mendapatkan nilai rendah untuk keadilan (access to justice) dengan peringkat ke-32 dari 35 negara.
Sementara untuk kategori pemenuhan hak-hak dasar masyarakat,kita berada di posisi tengah-bawah di peringkat ke-25 dari 35 negara. Data ini menunjukkan betapa masih rendahnya komitmen terhadap hukum dan keadilan. Sistem demokrasi yang kita adopsi ternyata belum mampu memberi perlindungan hukum kepada warga negara, keadilan bagi semua orang, karena masih ada diskriminasi serta rendahnya kesadaran akan pentingnya penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.
Padahal keadilan itu sangat penting. Ada sebuah ungkapan yang sangat populer, yang seringkali menginspirasi saya,hukum dan keadilan harus tetap ditegakkan meski langit runtuh. Ungkapan ini menggambarkan betapa pentingnya penegakan hukum yang dilandasi nilai kejujuran, moral, etika, dan tanggung jawab. Sebagai negara hukum yang demokratis, hukum harus memayungi hak-hak semua orang.
Sangat menyedihkan dan miris manakala hukum dipermainkan dan keadilan diperjualbelikan. Inilah saatnya untuk menegakkan hukum dan mewujudkan keadilan. Jangan ada lagi pertanyaan yang muncul, di mana rasa keadilan itu kini berada? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar