Inti Dialog Deradikalisme
Ahmad Rofiq, SEKRETARIS UMUM MUI JAWA TENGAH, DOSEN IAIN WALISONGO SEMARANG
Sumber : REPUBLIKA, 3 Desember 2011
Masih ada silang pendapat mengenai substansi RUU tentang Intelijen Negara kendati DPR pada 11 Oktober 2011 sudah mengesahkannya menjadi UU. Esensi mengenai hal itu bisa didekati lewat dialog publik mengenai deradikalisme dan antiterorisme. Majelis Ulama Indonesia (MUI) merasa prihatin atas merebaknya radikalisme di negeri yang masyarakatnya dikenal agamais, santun, dan humanis, tetapi faktanya ada kejadian yang menyentak rasa kemanusiaan dan keberagamaan, di antaranya kasus bom di Bali dan Jakarta, serta bom bunuh diri di masjid di kompleks Mapolres Cirebon (15/04/11), dan di gereja di Kepunton Solo (25/09/11).
Radikalisme merupakan paham keagamaan hasil tafsir eksklusif sekelompok orang, yang menurut mereka benar tetapi tidak sejalan dengan hakikat agama Islam, atau agama lain, yang bertujuan mewujudkan keselamatan, kebahagiaan, ketenteraman, dan kesentosaan. Radikalisme ini dengan mudah mengarah kepada terorisme, baik secara psikis dan terlebih lagi secara fisik. Lebih-lebih pelakunya mengaku muslim dan menebar teror dengan tameng berjuhad atas nama agama.
Allah menurunkan Islam sebagai risalah (message) atau ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk mewujudkan kasih sayang bagi penghuni alam raya (rahmatan lil 'alamin). Karena itu substansi ajarannya pun mengedepankan persamaan, persaudaraan, toleransi, keadilan, keseimbangan, moderasi , dan saling menghormati.
Hanya pemeluk agama yang sangat tidak paham, sesat, dan salah besar, apabila dia melakukan tindakan teror, menakut-nakuti dan menyengsarakan orang lain yang tidak bersalah, apalagi dilakukan dengan cara bom bunuh diri, yang jelas mengorbankan dirinya sendiri, dan menewaskan orang lain, apapun agamanya.
MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa NKRI adalah final, dan gerakan yang mengganggu atau mengancam keutuhannya adalah subversif (bughat), demikian juga gerakan yang ingin memisahkan diri (separatisme) yang hukumnya haram. Demikian juga tentang terorisme, MUI telah menegaskan bahwa gerakan teror pun haram hukumnya.
Semua pihak perlu mendukung UU Intelijen Negara, yang segera ditandatangani Presiden, dan disosialisasikan kepada masyarakat. Negara telah membentuk Badan Intelijen Negara (BIN) perlu memiliki intrgritas dan komitmen tinggi untuk mengawal, menyosialisasikan, dan menjalankannya dengan pendekatan humanistik, dan tidak mengganggu penegakan HAM.
Agama adalah panduan, nilai, norma, dan dasar berpijak manusia untuk menjadi dan menuju jati dirinya yang hakiki, mengabdi kepada Tuhan dan sesama. Negara berkewajiban menjamin warganya dapat terpenuhi HAM-nya, mendapatkan rasa aman, nyaman, sejahtera, dan hidup bahagia di negeri ini.
Aspek Manfaat
UU tentang Intelijen Negara hanyalah instrumen bagi negara, dan juga masyarakat supaya dapat hidup tenang, aman, nyaman, dan tidak merasa khawatir. Sebagai instrumen, dalam hukum Islam berlaku kaidah, yang artinya sesuatu yang tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu (yang lain) maka sesuatu itu wajib hukumnya.
Jika UU Intelijen Negara merupakan dasar hukum dan instrumen untuk bertindak bagi negara, demi mewujudkan kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat maka keberadaan regulasi itu urgen. Hal itu sejalan dengan aksioma hukum Islam li al-wasail hukm al-maqashid. Dengan kata lain, jika ikhtiar itu untuk mewujudkan tujuan nasional maka keberadaan UU itu sebagai instrumen adalah wajib.
Dialog mengenai deradikalisme dan antiterorisme diharapkan dapat difahami oleh penganut agama yang masih berobsesi dan menafsirkan ajaran agama secara eksklusif, cenderung radikal, dan mengedepankan tindakan teror.
Muaranya adalah menyadarkan mereka kembali kepada pesan substantif Rasulullah SAW, bahwa kualitas keberagamaan seseorang bisa diukur ketika orang lain merasa nyaman baik oleh tutur kata, tulisan, pendapat, maupun dari tangan atau kekuasaannya.
Merupakan penistaan dan penodaan agama tatkala seseorang mengaku beragama tetapi tindakannya menimbulkan kesengsaraan, ketakutan, dan ketidaknyamanan bagi orang lain. Dalam konteks ini, Rasulullah SAW mewanti-wanti lewat ayat yang artinya sebaik-baik manusia adalah (mereka) yang paling memberi manfaat bagi orang lain. ●
Radikalisme merupakan paham keagamaan hasil tafsir eksklusif sekelompok orang, yang menurut mereka benar tetapi tidak sejalan dengan hakikat agama Islam, atau agama lain, yang bertujuan mewujudkan keselamatan, kebahagiaan, ketenteraman, dan kesentosaan. Radikalisme ini dengan mudah mengarah kepada terorisme, baik secara psikis dan terlebih lagi secara fisik. Lebih-lebih pelakunya mengaku muslim dan menebar teror dengan tameng berjuhad atas nama agama.
Allah menurunkan Islam sebagai risalah (message) atau ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk mewujudkan kasih sayang bagi penghuni alam raya (rahmatan lil 'alamin). Karena itu substansi ajarannya pun mengedepankan persamaan, persaudaraan, toleransi, keadilan, keseimbangan, moderasi , dan saling menghormati.
Hanya pemeluk agama yang sangat tidak paham, sesat, dan salah besar, apabila dia melakukan tindakan teror, menakut-nakuti dan menyengsarakan orang lain yang tidak bersalah, apalagi dilakukan dengan cara bom bunuh diri, yang jelas mengorbankan dirinya sendiri, dan menewaskan orang lain, apapun agamanya.
MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa NKRI adalah final, dan gerakan yang mengganggu atau mengancam keutuhannya adalah subversif (bughat), demikian juga gerakan yang ingin memisahkan diri (separatisme) yang hukumnya haram. Demikian juga tentang terorisme, MUI telah menegaskan bahwa gerakan teror pun haram hukumnya.
Semua pihak perlu mendukung UU Intelijen Negara, yang segera ditandatangani Presiden, dan disosialisasikan kepada masyarakat. Negara telah membentuk Badan Intelijen Negara (BIN) perlu memiliki intrgritas dan komitmen tinggi untuk mengawal, menyosialisasikan, dan menjalankannya dengan pendekatan humanistik, dan tidak mengganggu penegakan HAM.
Agama adalah panduan, nilai, norma, dan dasar berpijak manusia untuk menjadi dan menuju jati dirinya yang hakiki, mengabdi kepada Tuhan dan sesama. Negara berkewajiban menjamin warganya dapat terpenuhi HAM-nya, mendapatkan rasa aman, nyaman, sejahtera, dan hidup bahagia di negeri ini.
Aspek Manfaat
UU tentang Intelijen Negara hanyalah instrumen bagi negara, dan juga masyarakat supaya dapat hidup tenang, aman, nyaman, dan tidak merasa khawatir. Sebagai instrumen, dalam hukum Islam berlaku kaidah, yang artinya sesuatu yang tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu (yang lain) maka sesuatu itu wajib hukumnya.
Jika UU Intelijen Negara merupakan dasar hukum dan instrumen untuk bertindak bagi negara, demi mewujudkan kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat maka keberadaan regulasi itu urgen. Hal itu sejalan dengan aksioma hukum Islam li al-wasail hukm al-maqashid. Dengan kata lain, jika ikhtiar itu untuk mewujudkan tujuan nasional maka keberadaan UU itu sebagai instrumen adalah wajib.
Dialog mengenai deradikalisme dan antiterorisme diharapkan dapat difahami oleh penganut agama yang masih berobsesi dan menafsirkan ajaran agama secara eksklusif, cenderung radikal, dan mengedepankan tindakan teror.
Muaranya adalah menyadarkan mereka kembali kepada pesan substantif Rasulullah SAW, bahwa kualitas keberagamaan seseorang bisa diukur ketika orang lain merasa nyaman baik oleh tutur kata, tulisan, pendapat, maupun dari tangan atau kekuasaannya.
Merupakan penistaan dan penodaan agama tatkala seseorang mengaku beragama tetapi tindakannya menimbulkan kesengsaraan, ketakutan, dan ketidaknyamanan bagi orang lain. Dalam konteks ini, Rasulullah SAW mewanti-wanti lewat ayat yang artinya sebaik-baik manusia adalah (mereka) yang paling memberi manfaat bagi orang lain. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar