Kamis, 31 Oktober 2013

Indonesia Protes Keras Fasilitas Intelijen Kedutaan AS di Jakarta

“Indonesia tidak dapat menerima dan mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta,” ucap Menteri Luar Negeri, Marty M. Natalegawa, menanggapi pemberitaan di surat kabar harian Sydney Morning Herald pada tanggal 29 Oktober 2013 tentang keberadaan dan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan AS di Jakarta.

Indonesia Protes Keras Fasilitas Intelijen di Kedutaan AS di Jakarta
Menteri Luar Negeri Marty M. Natalegawa

Penyadapan telepon dan komunikasi oleh intelijen AS tak hanya ditujukan untuk para pemimpin di Eropa. Ternyata, penyadapan juga dilakukan oleh NSA di Indonesia. Informasi tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakart dibeberkan oleh surat kabar harian Sydney Morning Herald pada 29 Oktober 2013.


Fasilitas pengawasan elektronik ini ditempatkan di kedutaan-kedutaan besar AS dan konsulat di seluruh Asia, demikian informasi yang diungkapkan oleh intelijen whistleblower Edward Snowden. Snowden membeberkan sebuah peta rahasia  yang berisis daftar fasilitas mata-mata AS di seluruh dunia, termasuk fasilitas intelijen komunikasi di kedutaan besar di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon. Snowden menegaskan, pada 13 Agustus 2010 silam peta itu tidak menunjukkan fasilitas yang dimaksud di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura  yang merupakan sekutu terdekat AS.

Peta yang awalnya dipublikasikan secara penuh di website Der Spiegel, tetapi kemudian diganti dengan versi yang disensor, memuat daftar khusus fasilitas Layanan Koleksi di 90 lokasi di seluruh dunia, termasuk 74 fasilitas berawak, 14 fasilitas dioperasikan dari jarak jauh dan dua dengan dukungan teknis dari pusat. Secara jelas disebutkan, fasilitas intelijen ada di kedutaan di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon.

“Kami telah berbicara dengan Kepala Perwakilan Kedutaan AS di Jakarta untuk menuntut penjelasan resmi Pemerintah AS atas pemberitaan dimaksud. Perlu ditegaskan bahwa jika terkonfirmasi, tindakan tersebut bukan saja merupakan pelanggaran keamanan, melainkan juga pelanggaran serius norma serta etika diplomatik dan tentunya tidak selaras dengan semangat hubungan persahabatan antar negara,” tambah Menteri Luar Negeri. (JN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar