Kilo Class milik AL Iran |
Setelah lebih dari dua dekade, kecanggihan alutisista Indonesia boleh dibilang lumayan tertinggal dari Singapura dan Malaysia. Baru pada program MEF (minimum essential force) 2014, militer Indonesia mulai merasakan angin segar dengan pencanangan pemerintah untuk mendatangkan alutsista yang ‘berkelas.’ Di matra udara, ada maskotnya yakni Sukhoi Su-27/30 Flanker, sementara di matra darat maskotnya MBT Leopard 2A4 buatan Jerman.
Bagaimana dengan matra laut, ujung tombak TNI AL ada di elemen kapal perang, yang sudah kelihatan wujudnya adalah 4 Korvet SIGMA, dan rencana kedatangan 3 unit Nakhoda Ragam Class, 1 PKR SIGMA 10514. Itu baru bicara kapal permukaan, bagaimana dengan kapal bawah air, alias kapal selam? Kenyataan, sebagian besar masyarakat Indonesia begitu mendambakan hadirnya kapal selam anyar untuk memperkuat TNI AL. Alasannya jelas, sejak tahun 1980 hingga kini, jumlah kapal selam yang dipunyai TNI AL hanya dua unit (KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402). Ditambah lagi, rasa jengkel akibat Negeri Jiran, Malaysia dan Singapura yang punya kualitas kapal selam lebih modern, dan jumlahnya pun lebih besar, padahal luas wilayah lautan kedua negara tersebut tidak ada apa-apanya dengan Indonesia.
Berangkat dari isu diatas, kabar seputar pengadaan kapal selam menjadi berita yang hangat, bahkan selalu menjadi trending topic pada setiap pembahasan alutsista. Para pengamat militer yang mengacu pada logika dan asumsi (bukan fakta), begitu meyakini bahwa ada kapal selam lain yang dioperasikan TNI AL, selain KRI Cakra dan KRI Nanggala. Logika yang dibangun tentu sah-sah saja, salah satunya dipicu berita bahwa TNI AL membangun pangkalan khusus kapal selam di Teluk Palu. Kedalaman Teluk Palu yang sampai 400 meter dan letaknya yang terlindung, memang cocok utuk dijadikan pangkalan kapal selam. Meski kemudian terbukti, yang transit mengisi perbekalan di pangkalan tersebut adalah Type 209.
Masih ada lagi analisa yang cukup menarik, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Y. Galuzin melakukan kunjungan ke Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro, Selasa (23/7/2013) di Kementerrian Pertahanan, Jakarta. Tujuan kunjungan ini membicarakan beberapa hal menyangkut kerjasama teknik militer antara kedua negara, termasuk kerjasama Angkatan Laut kedua negara dalam penyediaan material dan renovasi untuk Kapal Selam. Duta besar Rusia juga menyampaikan bahwa pemerintahnya akan mengadakan pameran senjata “Rusian Arms Expo” bulan September mendatang di kota sebelah timur Moskow. Pameran itu merupakan pameran terbesar yang akan menampilkan persenjataan militer khususnya untuk Angkatan Darat. Dubes Rusia berharap Menteri Pertahanan Indonesia dapat menghadiri pameran persenjataan militer tersebut.
Yang menjadi pertanyaan dari kunjungan ini adalah soal kerjasama Angkatan Laut kedua negara dalam hal penyediaan material dan renovasi untuk Kapal Selam. Sejak kapan Indonesia memiliki kapal selam buatan Rusia. Yang diketahui saat ini Indonesia hanya memiliki dua kapal selam gaek yakni Type 209 Cakra dan Nanggala buatan Jerman. Jika demikian, penyediaan material dan renovasi kapal selam dari Rusia, untuk kapal selam yang mana ?
Kilo Class tipe 877 |
Pengiriman Kilo Class ke Cina |
Kemudian ibarat ada ‘petir di siang hari bolong,’ muncul foto kapal selam jenis Kilo Class pada kalender 2012 internal TNI AL. Foto di kalender itu bukan sembarangan, pasalnya secara jelas diperlihatkan Kilo Class yang sedang melaju memecah gelombang dengan nomer identitas 412 pada menaranya. Sontak foto ini sempat membikin geger para military fanboy di Indonesia. Pasalnya 4xx adalah numbering yang dipersiapkan khusus untuk kapal selam TNI AL, dan memang dahulu pada era-60an, Indonesia memang punya kapal selam kelas Whiskey, mulai dari urutan 401 hingga 412. Dan kebetulan, 412 dahulu disematkan untuk KRI Trisula.
Ini dia, kalender 2012 TNI AL yang memuat foto Kilo Class |
Dan berikut adalah foto aslinya |
Ada lagi pernyataan yang menarik dari mantan Dubes RI untuk Rusia, Hamid Awaludin dalam acara talk show “Apa Kabar Indonesia” di TVOne menjelang 5 Oktober 2013. Ia menyebutkan, proses pengadaan kapal selam dari Rusia mengalami beberapa tantangan, seperti TNI AL harus menyiapkan fasilitas dermaga kapal selam yang lebih besar, mengingat Kilo Class punya dimensi yang lebih besar ketimbang Type 209. Belum lagi penyiapan keperluan logistik dan pelatihan awak, yang kesemuanya mengakibatkan biaya membengkak. Lain halnya, dengan rencana kedatangan Changbogo Class dari Korea Selatan, dengan dimensi khas Type 209, TNI AL dipercaya tidak memerlukan modifikasi dan upgrade pada fasilitas pendukung.
Yang tak kalah menarik, dalam talk show tersebut juga dihadiri oleh Kapuspen TNI, Laksda Iskandar Sitompul. Menimpali pernyataan dari Hamid Awaludin, perwira berbintang dua ini punya pendapat yang berbeda, yakni TNI AL memang membutuhkan kapal selam dari Rusia tersebut.
Kilo Class Submarine
Kapal selam konvensional dengan mesin diesel listrik ini merupakan hasil dari program dengan kode Project 877 Paltus yang dicetuskan Tsentralnoye Konstruktorskoye Byuro (Central Design Bureau) Rubin. Kilo Class dirancang sebagai kapal selam yang mampu melaksanakan misi peperangan bawah, alias anti kapal selam (AKS) maupun peperangan atas permukaan air, atau yang dikenal dengan misi anti ship mission.
Loading torpedo |
Kompartemen torpedo |
Bicara seputar lambung, Kilo Class mengusung sistem lambung ganda dan tersusun dari enam bagian utama, dan dibuat bersekat yang mampu menahan tekanan air. Antar kompartemen dipisahkan oleh transverse bulkheads. Sirip kendali depan diposisikan di sisi lambung bagian atas, di depan menara kapal (conning tower). Untuk dapur pacu, Kilo Class ditenagai sebuah mesin diesel listrik yang terintegrasi dengan baterai penyimpanan listrik, seperti umumnya kapal selam diesel modern. Saat melaju di permukaan, mesin diesel diaktifkan sembari mengambil ‘udara.’ Dan, saat menyelam yang menjadi tenaga adalah baterai yang menghasilkan listrik.Karena saat menyelam mengandalkan baterai, maka kapal selam diesel listrik terbilang lebih ‘silent’ ketimbang kapal selam nuklir. Untuk keadaaan darurat, ada suplai tenaga cadangan yang tersedia dari dua generator (diesel) meski dengan daya lebih randah ketimbang mesin utama. Energi dari mesin kemudian disalurkan ke baling-baling tunggal yang terdiri dari 7 bilah pada bagian belakang.
Foto rekayasa Kilo Class dengan bendera Merah Putih ini juga sempat bikin heboh |
Persenjataan utama yang bisa dibawa adalah 18 torpedo atau 24 unit ranjau laut yang dapat dilepaskan dari enam lubang peluncur torpedo kaliber 533mm. Berbeda dengan Wishkey Class yang dahulu dioperasikan TNI AL, keseluruhan lubang peluncur torpedo ada di bagian depan Yang terbilang unik, Kilo Class menjadi kapal selam diesel listrik pertama yang dilenkapi sista hanud berupa rudal permukaan ke udara jarak pendek (SHORAD), yakni dengan mengambil 8 pucuk Strela-3, varian khusus untuk AL.
Kilo Class terdiri dari dua tipe, yakni Project 877 dan Project 636. Kelas yang terakhir merupakan penyempurnaan dari Project 877. Project 636 mulai diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980. Dibanding tipe sebelumnya, Project 636 menghadirkan sisi kenyamanan lebih pada awaknya, ditambah tingkat kebisingan di ruang kabin sudah berkurang.
Kilo Class Project 636 punya bobot 2.350 ton pada posisi kapal berada di permukaan laut, dan 2.126 ton (saat menyelam) dengan kecepatan maksimum 12 knot (di permukaan laut) dan 20 knot (saat menyelam). Dari sisi performa kecepatan, Kilo Class masih kalah cepat jika dibandingkan dengan kapal selam diesel listrik besutan Jerman, Type 209 yang juga digunakan oleh TNI AL.
Type 209 punya bobot 1.100 ton (di permukaan) dan 1.395 ton (saat menyelam, kapal selam ini mampu melaju pada kecepatan maksimum 11,5 knot (di permukaan) dan 22 knot (saat menyelam). Soal kemampuan menyelam, Kilo Class yang punya panjang 73,8 meter ini bisa menyelam pada kedalaman maksimum 300 meter.
Untuk soal kedalaman, lagi-lagi Type 209 bisa mencapai kedalaman 320 – 500 meter. Hanya saja untuk urusan persenjataan, si Kilo nampak lebih unggul dari Type 209, ini lantaran Kilo Class dapat mengusung 18 torpedo, sementara Type 209 hanya dapat membawa 14 torpedo. Sebenarnya ini adalah hal yang lumrah, mengingat ukuran bodi Kilo Class lebih besar ketimbang Type 209. Kilo Class Project 636 berdimensi 73,8 x 9,9 x 6,6 meter, sementara Type 209 dimensinya 59,5 x 6,3 x 5,5 meter.
Yang perlu jadi catatan, baik kilo Class dan Type 209 terbilang produk kapal selam diesel listrik yang paling laris dipasaran. Selain menjadi andalan Satkasel (Satuan Kapal Selam) TNI AL, Type 209 dalam berbagai varian juga digunakan oleh Argentina, Brazil, Chile, Kolombia, Equador, Yunani, India, Turki, Afrika Selatan, dan Korea Selatan.
Khusus untuk Korea Selatan , kemudian memproduksi Type 209 secara lisensi dari Jerman yang diberi label Changbogo Class, tiga unit Changbogo akan memperkuat TNI AL di tahun 2015. Kilo Class dalam berbagai varian juga cukup laris, selain tentunya digunakan Rusia, pengguna lainnya adalah Cina, India, Polandia, Rumania, Aljazair, Iran, dan Vietnam.
(Sastra Wijaya|IM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar