Interpol mengeluarkan peringatan waspada global, meminta anggotanya untuk meningkatkan pengamanan penjara setelah serangkaian aksi pembobolan. Serangkaian pembobolan penjara ini terjadi di Irak, Libya dan Pakistan, namun Interpol masih menyelidiki apakah aksi ini saling terkait.
Sementara sehari sebelumnya, Jumat, Amerika Serikat telah mengeluarkan peringatan perjalanan pada warga Amerika bahwa Al Qaeda merencanakan penyerangan pada Agustus khususnya di Timur Tengah dan Afrika Utara. Departemen Luar Negeri AS menyatakan peringatan ini berdasarkan laporan intelijen yang membuat 21 kedutaan dan konsulat AS ditutup pada Minggu di sebagian negara Muslim.
Sementara Inggris menutup kedutaannya di Yaman pada Minggu dan Senin. Prancis juga melakukan yang sama di Yaman pada Minggu.
Aksi pembobolan penjara terjadi di Pakistan pada 31 Juli oleh operasi Taliban dan di Penjara Abu Ghraib, Irak, pada 22 Juli. Sekitar 500 terdakwa, umumnya petinggi Al Qaeda, berhasil kabur. Kemudian 27 Juli, pembobolan penjara juga terjadi di Benghazi sehingga 1.100 narapidana kabur.
Interpol juga mengingatkan, Agustus menandai peringatan kejadian penyerangan seperti di Mumbai dan Nairobi. "Staf di Pusat Komando dan Koordinasi 24 Jam Interpol dan unit khusus lainnya memprioritaskan semua informasi dan laporan intelijen terkait pembobolan penjara atau plot terorisme dalam rangka menginformasikan segera ke negara relevan," ujar lembaga itu dalam pernyataannya.
Empat Penjara Indonesia
Meski tak disebut Interpol, di Indonesia, juga terjadi pembobolan pada 12 Juli lalu. Belasan narapidana kabur termasuk beberapa narapidana terorisme kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan. Disusul kaburnya dua tahanan Badan Narkotika Nasional Sumatera Selatan, 16 Juli.
Beberapa hari setelah itu, 11 tahanan di Rumah Tahanan Baloi Klas II A Batam yang membobol penjara dengan cara merusak jendela dan teralis ruangan Kepala Rutan pada 17 Juli 2013. Sebelas tahanan kabur ini merupakan tahanan narkoba yang menghuni blok paviliun A1 tersebut antara lain, Mulyadi Bin Sarapudin, Edi Priyanto, Ismail Piliang, Riki Hidayat, Muhammad Darman, Indra Kumar, Yusnardi, Sufyan Bin Abidin, Hendro Gunawan, Achyar Adli, dan Aguan Bin Intan.
Kemudian Sabtu, 3 Agustus, kerusuhan terjadi di dalam Lapas Tulungagung, Jawa Timur. Meski tak berujung pembobolan, kerusuhan ini ternyata dipicu aksi solidaritas sesama narapidana, di mana pada Rabu, 31 Mei 2013 lalu, narapidana kasus Narkoba bernama Yudi ketahuan petugas menggunakan telepon genggam dan diberi sanksi.
"Pada saat yang bersangkutan menjalani hukuman disiplin di kamar isolasi, ada pergerakan dari narapidana lain (kasus kriminal) yang melakukan pembelaan terhadap Yudi," kata Kepala Lapas Tulungagung, Muji Widodo, Minggu, 4 Agustus 2013.
Muji mengatakan, pada Sabtu pagi Yudi dikeluarkan dari kamar isolasi, dan kondisi saat itu hingga sore hari relatif aman. Namun setelah pelaksanaan salat tarawih, tiba-tiba salah satu napi (kriminal) yang dikabarkan tengah mabuk melakukan pemukulan terhadap napi lain, dan memicu para napi untuk berbuat rusuh.
"Petugas Lapas bergerak cepat dengan mengunci gerbang blok dan portir," ujar Muji.
Selanjutnya petugas lapas lanjut Muji, berkoordinasi dengan kantor Kepolisian yang kebetulan berada dekat dengan lapas, dan berkoordinasi dengan TNI. Benar saja, setelah itu, para napi berusaha mendobrak pintu gerbang blok hunian dan pintu portir 2 berhasil dirobohkan, namun para napi tertahan di pintu portir 1.
"Karena pintu tersebut sukar untuk didobrak. Napi tertahan," katanya. Disamping itu, petugas Kepolisian juga sudah bersiap siaga di depan pintu portir 1 lapas, untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.
Setelah berkoordinasi dengan Kanwil Pemasyarakatan Jatim dan Ditjen Pemasyarakatan, Kalapas Tulungagung kemudian memindahkan dengan segera 6 aktor kerusuhan. 2 napi dipindah ke lapas Blitar, 2 napi ke lapas Kediri, dan 2 ke lapas Malang.
Tak Terkait Terorisme?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri sudah menyatakan akan mengevaluasi rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan paska kaburnya sejumlah tahanan di dua lapas/ rutan. Juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha mengingatkan Presiden SBY sudah meminta jajaran terkait untuk meningkatkan kewaspadaan setelah kejadian Tanjung Gusta.
Instruksi untuk meningkatkan kewaspadaan itu, sudah disampaikan ke Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, hingga Polri.
Soal Tanjung Gusta, meski tidak terkait dengan terorisme, namun empat narapidana terorisme berhasil kabur. Menkopolhukam Djoko Suyanto sendiri menyatakan, kasus Tanjung Gusta lebih karena ketidaknyamanan fasilitas dasar. Selama dua hari sebelum kerusuhan pecah, listrik dan air di Lapas ini mati. Lapas ini pun overkapasitas sehingga dua pekan setelah kejadian, pemerintah memindahkan ratusan narapidana ke lapas atau rutan lain.
Aksi pembobolan penjara terjadi di Pakistan pada 31 Juli oleh operasi Taliban dan di Penjara Abu Ghraib, Irak, pada 22 Juli. Sekitar 500 terdakwa, umumnya petinggi Al Qaeda, berhasil kabur. Kemudian 27 Juli, pembobolan penjara juga terjadi di Benghazi sehingga 1.100 narapidana kabur.
Interpol juga mengingatkan, Agustus menandai peringatan kejadian penyerangan seperti di Mumbai dan Nairobi. "Staf di Pusat Komando dan Koordinasi 24 Jam Interpol dan unit khusus lainnya memprioritaskan semua informasi dan laporan intelijen terkait pembobolan penjara atau plot terorisme dalam rangka menginformasikan segera ke negara relevan," ujar lembaga itu dalam pernyataannya.
Empat Penjara Indonesia
Meski tak disebut Interpol, di Indonesia, juga terjadi pembobolan pada 12 Juli lalu. Belasan narapidana kabur termasuk beberapa narapidana terorisme kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan. Disusul kaburnya dua tahanan Badan Narkotika Nasional Sumatera Selatan, 16 Juli.
Beberapa hari setelah itu, 11 tahanan di Rumah Tahanan Baloi Klas II A Batam yang membobol penjara dengan cara merusak jendela dan teralis ruangan Kepala Rutan pada 17 Juli 2013. Sebelas tahanan kabur ini merupakan tahanan narkoba yang menghuni blok paviliun A1 tersebut antara lain, Mulyadi Bin Sarapudin, Edi Priyanto, Ismail Piliang, Riki Hidayat, Muhammad Darman, Indra Kumar, Yusnardi, Sufyan Bin Abidin, Hendro Gunawan, Achyar Adli, dan Aguan Bin Intan.
Kemudian Sabtu, 3 Agustus, kerusuhan terjadi di dalam Lapas Tulungagung, Jawa Timur. Meski tak berujung pembobolan, kerusuhan ini ternyata dipicu aksi solidaritas sesama narapidana, di mana pada Rabu, 31 Mei 2013 lalu, narapidana kasus Narkoba bernama Yudi ketahuan petugas menggunakan telepon genggam dan diberi sanksi.
"Pada saat yang bersangkutan menjalani hukuman disiplin di kamar isolasi, ada pergerakan dari narapidana lain (kasus kriminal) yang melakukan pembelaan terhadap Yudi," kata Kepala Lapas Tulungagung, Muji Widodo, Minggu, 4 Agustus 2013.
Muji mengatakan, pada Sabtu pagi Yudi dikeluarkan dari kamar isolasi, dan kondisi saat itu hingga sore hari relatif aman. Namun setelah pelaksanaan salat tarawih, tiba-tiba salah satu napi (kriminal) yang dikabarkan tengah mabuk melakukan pemukulan terhadap napi lain, dan memicu para napi untuk berbuat rusuh.
"Petugas Lapas bergerak cepat dengan mengunci gerbang blok dan portir," ujar Muji.
Selanjutnya petugas lapas lanjut Muji, berkoordinasi dengan kantor Kepolisian yang kebetulan berada dekat dengan lapas, dan berkoordinasi dengan TNI. Benar saja, setelah itu, para napi berusaha mendobrak pintu gerbang blok hunian dan pintu portir 2 berhasil dirobohkan, namun para napi tertahan di pintu portir 1.
"Karena pintu tersebut sukar untuk didobrak. Napi tertahan," katanya. Disamping itu, petugas Kepolisian juga sudah bersiap siaga di depan pintu portir 1 lapas, untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.
Setelah berkoordinasi dengan Kanwil Pemasyarakatan Jatim dan Ditjen Pemasyarakatan, Kalapas Tulungagung kemudian memindahkan dengan segera 6 aktor kerusuhan. 2 napi dipindah ke lapas Blitar, 2 napi ke lapas Kediri, dan 2 ke lapas Malang.
Tak Terkait Terorisme?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri sudah menyatakan akan mengevaluasi rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan paska kaburnya sejumlah tahanan di dua lapas/ rutan. Juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha mengingatkan Presiden SBY sudah meminta jajaran terkait untuk meningkatkan kewaspadaan setelah kejadian Tanjung Gusta.
Instruksi untuk meningkatkan kewaspadaan itu, sudah disampaikan ke Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, hingga Polri.
Soal Tanjung Gusta, meski tidak terkait dengan terorisme, namun empat narapidana terorisme berhasil kabur. Menkopolhukam Djoko Suyanto sendiri menyatakan, kasus Tanjung Gusta lebih karena ketidaknyamanan fasilitas dasar. Selama dua hari sebelum kerusuhan pecah, listrik dan air di Lapas ini mati. Lapas ini pun overkapasitas sehingga dua pekan setelah kejadian, pemerintah memindahkan ratusan narapidana ke lapas atau rutan lain.
Sumber : VivaNews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar