Kamis, 22 Agustus 2013

Jenderal Moeldoko Selangkah Menuju Puncak Pimpinan TNI

Komisi I DPR akhirnya menyetujui Jenderal Moeldoko sebagai Panglima TNI yang baru. Keputusan ini diambil DPR setelah Moeldoko menjalani uji kelayakan dan kepatutan, Rabu 21 Agustus 2013.

Moeldoko Selangkah Menuju Puncak Pimpinan TNI
Jenderal Moeldoko Calon Panglima TNI
 
Sembilan fraksi di Komisi Bidang Pertahanan DPR sepakat menerima usulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa Moeldoko menjadi Panglima TNI. "Setelah menyampaikan pandangan, semua fraksi memberikan persetujuan terhadap calon panglima TNI yang diajukan SBY yaitu Jenderal TNI Moeldoko sebagai Panglima TNI periode berikutnya," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq.

Meskipun, kata dia, ada sejumlah masukan yang disampaikan kepada Jenderal Moeldoko. Masukan tersebut, imbuhnya, akan disampaikan secara tertulis.

Selanjutnya, Komisi I DPR akan segera melaporkan secara tertulis hasil ini ke Pimpinan DPR untuk kemudian dibawa ke Sidang Paripurna pada 27 Agustus 2013.


Sementara itu, Moeldoko mengaku akan mengedepankan netralitas dan berkontribusi positif pada Pemilu 2014, setelah dirinya menjabat sebagai Panglima TNI. "Apabila dalam keterlambatan logistik, TNI beri support pesawat dan sebagainya," kata dia.

Sementara, langkah pertama yang akan dilakukan setelah menjadi Panglima TNI, adalah membuat rumusan dengan melihat sebuah organisasi TNI dari konteks keunggulan dan kelemahan serta tantangan.


Prioritaskan Kesejahteraan Prajurit

Calon Panglima TNI Jenderal Moeldoko berjanji akan memprioritaskan kesejahteraan prajurit TNI bila dipercaya menjadi Panglima TNI menggantikan Laksamana Agus Suhartono mengingat kesejahteraan prajurit masih jauh dari harapan.


Dalam paparannya di hadapan Komisi I DPR RI saat uji kepatutan dan kelayakan calon Panglima TNI di Gedung MPR/DPR/DPD RI siang ini, Moeldoko menyatakan, untuk menjadikan profesionalisme, prajurit TNI perlu ditingkatkan kesejahteraannya.

Sebagai prajurit militer, kesejahteraan dapat diartikan bahwa prajurit dilengkapi dengan alutsista yang handal juga ergonomis, serta dilatih dan dididik guna mampu bertempur dan menang di medan perang.


Di sisi lain, sebagai manusia insan hamba Tuham, prajurit TNI dapat diartikan bahwa prajurit dijamin hak-haknya untuk hidup layak dengan status sebagai prajurit TNI.

"Di sisi lain, secara pribadi sebagai seorang prajurit TNI yang memerlukan peningkatan besaran penghasilan, kesejahteraan masih jauh dari harapan," kata Moeldoko.

Prajurit TNI, lanjutnya, sering mengalami kekurangan dukungan remuneratif dan fasilitas primer seperti rumah sakit militer dan perumahan prajurit yang dapat menghambat profesionalisme prajurit.

"Kondisi ini menimbulkan paradoks antara profesionalisme dan kesejahteraan. Maka perlu langkah inovasi agar diperoleh keseimbangan di antara keduanya," kata Moeldoko.


Revitalisasi Konsep Pertahanan Negara 


Menurut Moeldoko, pascaperang dingin muncul bahaya keamanan baru, yang dikategorikan human security dan didominasi oleh peranan aktor-aktor non negara yang membahayakan keamanan internasional, regional, dan nasional.

"Perpaduan antara bahaya-bahaya keamanan yang bersifat state-centric dan people centered telah menciptakan bahaya keamanan komprehensif, yang mengharuskan kita untuk merevitalisasi konsep pertahanan negara."

"Tak terkecuali dalam dimensi kepentingan militer, ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya," kata Moeldoko saat menyampaikan visi dan misinya dalam uji kepatutan dan kelayakan calon Panglima TNI oleh Komisi I DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.

Revitalisasi konsep pertahanan negara perlu juga dilakukan karena adanya kemungkinan timbulnya bahaya keamanan yang berada dalam spektrum grey area yang menjadi objek operasi militer selain perang, semisal penanganan terorisme.

"TNI juga sadar, disamping masih dimungkinkan perang simetrik dengan dominasi keunggulan teknologi, TNI juga siap bila terjadi perang asimetrik yang berkarakter serba tak lazim, tidak terduga dan tidak teratur karena TNI memiliki basis kultural seperti dalam sejarah perang gerilya," kata Moeldoko.

Selain itu, ungkap mantan Pangdam Siliwangi itu, TNI juga berkepentingan untuk menghayati perang asimetrik karena kondisi negara kepulauan yang sangat rawan infiltrasi, proses demokratisasi, masyarakat yang ekstrapluralistik dan pengaruh global.

"Belum lagi krisis penghayatan empat konsensus dasar di kalangan generasi muda yang dapat mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa," pungkas Moeldoko. (Antara| VivaNews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar