Senin, 16 September 2013

Satuan Brimob Harus Lakukan Patroli Acak

Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) seharusnya menetapkan kondisi darurat mengingat sudah lebih dari empat personel Polri yang menjadi korban penembakan gelap. Satuan Brimob harus diturunkan untuk melakukan patroli secara acak untuk mengantisipasi terjadinya penembakan gelap tersebut.

Satuan Brimob Harus Lakukan Patroli Acak

"Sudah seharusnya Mabes menetapkan kondisi darurat mengingat sudah lebih dari empat personel Polri jadi korban penembakan gelap," ujar pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, saat dihubungi Koran Jakarta, Minggu (15/9).


Menurut dia, untuk mengantisipasi penembakan gelap tersebut, Satuan Brimob harus diturunkan untuk melakukan patroli ke kawasan-kawasan yang rawan penembakan gelap. "Secara prosedural, Brimob memang dapat diturunkan untuk mem-back up personel Polri yang bertugas di lapangan. Karena tugas Brimob itu membantu melakukan penjagaan bila personel Polri di lapangan tidak sanggup," kata Bambang.

Dia menjelaskan patroli dapat dilakukan secara acak agar tidak terlacak oleh pelaku penembakan gelap. Selain itu, Mabes Polri dapat meminta bantuan Mabes TNI untuk bersama-sama melakukan penjagaan secara rutin. "Kerja sama dilakukan untuk membuat takut pelaku penembakan gelap tersebut," tukas Bambang.

Seperti diketahui, aksi penembakan terhadap personel Polri kembali terjadi. Setelah penembakan di daerah Ciputat, Cireunde, dan Pondok Aren, penembakan kembali dialami anggota Provost, Aipda Anumerta Sukardi, yang ditembak orang tak dikenal saat mengendarai motor Honda Supra warna merah bernopol B 6671 TXL saat melintasi jalur di depan KPK pada Selasa (10/9) malam. Kemudian, penembakan terhadap Briptu Ruslan, yang ditembak orang tak dikenal di Perumahan Bhakti ABRI, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Tak Relevan

Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, mengatakan kecenderungan dari kasus-kasus yang baru terjadi serta informasi lapangan, peristiwa yang terjadi di Indonesia sudah masuk teror generasi ketiga. Upaya deradikalisasi yang selama ini di gembar-gemborkan dinilai akan menjadi percuma karena realitasnya teroris bukan lagi bermotif agama semata.

"Teror sekarang sudah tak lagi dilandasi oleh ‘sebuah perjuangan suci dengan berjihad untuk melawan kezaliman dan penindasan’, tapi sudah beragam motif, mulai dari dendam yang bahkan mungkin dendam pribadi atau dendam keluarga, adanya kepentingan ekonomi, kepentingan politik praktis bahkan mungkin kekuasaan dan lain-lain," kata Hasanuddin, kemarin.

Dengan demikian, menurut dia, upaya deradikalisasi tak akan berpengaruh banyak pada upaya-upaya penanggulangan teroris di hulu."Deradikalisasi sudah tak akan nyambung lagi," imbuh dia.

Pemerintah harus memikirkan format baru yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam semua bidang kehidupan, seperti tersedianya lapangan kerja, rasa keadilan dan perlakuan masyarakat di mata hukum, perbaikan perilaku aparat, dan penghormatan terhadap hak-hak dasar. "Ini bukan pekerjaan ringan, tapi semuanya harus dimulai dari hal-hal yang paling strategis dan mendasar, termasuk menyangkut politik anggarannya," tandas politisi PDI Perjuangan itu.

Sementara itu, terkait kasus penembakan terhadap prajurit Polri, anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, menilai hal itu bisa membentuk persepsi negatif tentang keamanan di dalam negeri. Bukan lagi semata-mata ancaman terhadap prajurit Polri, melainkan bisa menumbuhkan anggapan tentang ketidakmampuan negara mewujudkan rasa aman. "Karena itu, Polri harus bergerak cepat. Tidak sekadar menangkap pelaku, tetapi juga mengungkap alasan yang melatari penembakan beruntun dan pembunuhan prajurit Polri," kata dia.

Bambang mengungkapkan masalahnya bukan lagi semata-mata ancaman terhadap prajurit Polri, tetapi sebagian masyarakat mulai mempermasalahkan rasa aman. Banyak orang berpendapat sangat mudah bagi pelaku penembakan melukai atau membunuh warga sipil karena polisi yang telah dipersenjatai sekalipun bisa menjadi korban penembakan. "Pendapat seperti ini adalah benih dari rasa tidak aman," imbuh dia.

Jangan sampai, kata Bambang, masyarakat merasa tidak aman dan menilai negara gagal mewujudkan rasa aman. Kecenderungan inilah yang harus diperhitungkan juga oleh pemimpin Polri dalam menyikapi rangkaian kasus penembakan terhadap prajurit Polri. Sebab, ketidakyakinan masyarakat atas kemampuan negara membangun rasa aman akan mendorong setiap orang mempersenjatai diri guna membangun benteng pengamanan masing-masing.

"Situasi sekarang benar-benar sangat membingungkan sebab belum ada institusi negara yang bisa menjelaskan apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Kalau kebingungan ini dibiarkan berlarut-larut, eksesnya dalam jangka dekat akan sangat luar biasa. Sebab, yang akan mengemuka kemudian adalah perasaan tidak aman," pungkas dia. (KJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar