Senin, 25 Agustus 2008

Implementasi 20% Anggaran Pendidikan

MENGAWAL DAN MENGAWASI 20% ANGGARAN PENDIDIKAN

Menyambut Hari Kemerdekaan ke-63 yang lalu, rakyat Indonesia baru saja menerima kado istimewa di bidang pendidikan. Pidato kenegaraan Presiden di depan anggota Parlemen mengisyaratkan bahwa akan terjadi kenaikan anggaran APBN 2009 secara besar-besaran untuk sektor pendidikan hingga menjadi 20% sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi.

Kendati demikian, rancangan tersebut ternyata disambut ‘panas-dingin’ oleh banyak pihak. Di satu sisi, pemenuhan 20% anggaran pendidikan diprediksi akan meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan bangsa kita. Namun di sisi lain, tingginya kekhawatiran akan realisasi dan penggunaan anggaran tersebut justru melanda sebagian besar kalangan pemerhati pendidikan. Pasalnya, anggaran pendidikan sebesar Rp. 224 triliun yang nantinya akan dikelola oleh beberapa lembaga pemerintah, seperti Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama, bisa jadi berubah menjadi ladang emas penyelewengan anggaran dan praktik korupsi. Kekhawatiran ini berangkat salah satunya dari hasil evaluasi BPK terhadap kinerja penyelenggaran anggaran di tahun 2007 yang memberikan stempel “disclaimer” (buruk) terhadap kedua Departemen tersebut.

Pengawalan dan Pengawasan

Terjadinya lonjakan anggaran pendidikan sebesar Rp. 40 triliun lebih dari APBN tahun sebelumnya tentunya harus disikapi dengan hati-hati. Realisasi anggaran pendidikan yang tepat sasaran harus selalu dikawal tidak saja oleh Pemerintah, namun juga oleh seluruh elemen masyarakat. Setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam proses pengawalan dan pengawasan realisasi anggaran pendidikan ini.

Pertama, pengawalan utama harus dilakukan pada saat terjadinya kesepakatan bersama antara Presiden dan DPR ketika melakukan pembahasan RAPBN 2009 mendatang terkait dengan sektor pendidikan. Sebab yang harus kita pahami bahwa kenaikan anggaran pendidikan di tahun 2009 ini barulah rencana sepihak dari Pemerintah dan belum memperoleh ketukan palu tanda persetujuan di DPR. Oleh karenanya, para wakil rakyat harus senantiasa dikawal untuk menyetujui dan turut memeriksa rancangan penggunaan anggaran pendidikan yang cukup visioner tersebut.

Kedua, bilamana telah terjadi persetujuan dan pengesahan, maka implementasi program pendidikan haruslah yang bermutu dan sesuai dengan tujuan pengembangan pendidikan nasional. Departemen yang terakit wajib memberikan transparansi dan akuntabilitas terhadap seluruh rancangan program dan penggunaan anggaran kepada masyarakat luas. Artinya, tugas Departemen tersebut bukan hanya sekedar menghabiskan anggaran yang berlimpah-ruah demi tercapainya penyerapan anggaran yang maksimal, tetapi juga harus mengutamakan unsur kualitas penggunaan (quality of spending).

Ketiga, agar tidak terjadinya kebocoran dan penyelewenangan anggaran pendidikan, seluruh komponen bangsa wajib untuk ikut serta memasang mata dan telinganya setiap saat, dalam rangka memonitor penggunaan anggaran pedidikan. Sudah pasti untuk tahun-tahun berikutnya, BPK dan KPK harus membidik dan memberikan prioritas pengawasan anggaran di kedua Departemen tersebut, termasuk terhadap instansi-instansi turunannya. Begitu pula dengan lembaga-lembaga pengawasan anti-korupsi dan berbagai organisasi tenaga pendidik, haruslah bersatu padu untuk bersama-sama melakukan pengawasan yang terintegrasi (integrated monitoring). Sebab, kedua departemen inilah yang sebenarnya menjadi teknisi dan pembuka pintu gerbang kecerdasan, moral dan akhlak bangsa ini. Seandainya ditemukan praktik penyelewengan anggaran negara, pejabat yang terlibat harus segera diseret ke meja hijau dan diadili dengan hukuman administratif dan pidana yang seberat mungkin.

Anggaran Daerah

Sebagian besar masyarakat kita hingga saat ini masih berpandangan bahwa kewajiban mengalokasikan anggaran pendidikan hanyalah terletak di pundak Pemerintah Pusat melalui APBN-nya. Padahal, sebagaimana dituliskan secara tegas di dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, pengalokasian minimum 20% anggaran pendidikan juga menjadi kewajiban bagi Pemerintah Daerah melalui APBD-nya. Artinya, setiap Pemerintah Daerah di tingkat Propinsi, Kabupaten, dan Kotamadya harus juga melaksanakan amanat konstitusi yang sama tersebut.

Ironinya, berdasarkan data yang terbaru, saat ini hanya sekitar 44 Kabupaten saja yang baru mengalokasikan anggaran pendidikan di atas 20% dari APBD-nya. Dengan kata lain, pelaksanaan kewajiban konstitusi (constitutional obligation) itu baru dipenuhi tidak lebih dari 10% dari total 483 Kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari yang belum menyentuh 20% anggaran pendidikan tersebut, sekitar 90% Kabupaten masih mengalokasikan anggaran pendidikan di bawah 10%, bahkan beberapa di antaranya masih saja ada yang menganggarkan di bawah 5%.

Dari gambaran tersebut di atas, maka kita semua mempunyai tugas lanjutan yang lebih besar yaitu bagaimana menumbuhkembangkan kesadaran akan arti pentingnya pendidikan di tengah-tengah roda jaman yang begerak begitu cepat. Tentunya bukan sekedar dari sisi anggaran, tetapi juga dimulai dari peningkatan budaya belajar-mengajar hingga membangun komitmen tinggi bagi para penentu kebijakan di seluruh penjuru tanah air terhadap dunia pendidikan Indonesia.

Hadirnya political will dari pemerintah pusat dalam hal penganggaran pendidikan diharapkan pula dapat menjadi trickle down effect yang menggugah kesadaran seluruh pemangku kepentingan pendidikan di tiap tingkatan pemerintahan dan lapisan masyarakat. Semoga awal yang baik ini dapat menjadi titik bangkit dunia pendidikan Indonesia yang bertepatan dengan tahun peringatan seabad Hari Kebangkitan nasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar