Kamis, 12 Juni 2008

Liputan Khusus: Hukum (Masih) Sebagai Panglima?

HUKUM (MASIH) SEBAGAI PANGLIMA?

Lama tidak menorehkan tulisan, ternyata oleh beberapa pengunjung Blawg ini saya diminta untuk menceritakan pengalaman ketika menghadiri beberapa Konferensi Internasional pada bulan Mei yang lalu. Namun dikarenakan kesibukan yang begitu padat, akhirnya sharing pengalaman dalam Blawg ini menjadi sedikit tertunda. Salah satu alasan utamanya yaitu saya harus menyelesaikan tugas akhir berupa Thesis dan menyiapkan beberapa laporan dan dokumen yang terkait dengan aktivitas saya di New Delhi, serta persiapan pembuatan buku yang memuat kompilasi artikel dan pemikiran yang hingga saat ini masih terserak.

Dalam tulisan singkat kali ini saya sekedar ingin berbagi pengalaman dan keyakinan bahwa di tengah-tengah menguatnya citra negatif hukum di tanah air, ternyata "Hukum masih diterima menjadi Panglima" di mata masyarakat intelektual Indonesia. Kenapa bisa demikian? Awal cerita, dalam partisipasi saya dalam Indonesian Students' Scientific Meeting (ISSM) 2008 di Belanda bulan lalu dengan tema sentral "Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia: Sebuah Pendekatan Antardisiplin", dari 64 makalah yang telah dipresentasikan ternyata hanya sayalah satu-satunya yang membawakan tema terkait dengan issue "Hukum".

Namun demikian, setelah dianalisa oleh Pihak Penyelenggara ditambah dengan penilaian individu dari seluruh peserta yang hadir pada saat sesi presentasi, tanpa pernah saya perkirakan sebelumnya, ternyata susbtansi makalah dan metode presentasi yang saya bawakan memperoleh penghargaan sebagai The Best Oral Presentation (Lecture) di antara makalah-makalah yang dibawakan oleh pembicara lainnya.

Adapun penilaian tersebut disarikan dari:

A. Substansi

1. Sesuai dengan tema ISSM 2008 (sebagaimana tersebut di atas)
2. Ketajaman perumusan masalah dan tujuan penelitian
3. Kontribusi hasil penelitian pada pengembangan IPTEKS
4. Kontribusi hasil penelitian terhadap pembangunan Indonesia

B. Penyajian

1. Kemudahan dalam memahami materi presentasi
2. Kemampuan penyaji dalam menjelaskan
3. Kemampuan penyaji dalam menjawab pertanyaan

Walaupun penilaian tersebut tidak ditentukan dengan metode kualitatif-akademis, setidaknya bagi saya maupun penggiat hukum di tanah air dapat memperoleh gambaran secara umum bahwasanya masyarakat Indonesia masih sangat membutuhkan pilar-pilar hukum melaksanakan pembangun berkelanjutan di tanah air. Tentunya penghargaan tersebut tidak pantas saya sandang secara sendiri, melainkan menjadi tantangan bagi seluruh masyarakat hukum Indonesia, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri sekalipun. Bukan pula penghargaan tersebut kita jadikan sebagai luapan kesenangan hingga kita terlena, sebelum terciptanya hasil dari pengejawantahan akan konsep-konsep yang telah dibuat.

Atas pengalaman tersebut, pada dasarnya saya melihat bahwa masyarakat Indonesia masih memberikan harapan terhadap konsep-konsep Hukum sebagai sang Panglima dalam membangkitkan Indonesia dari keterpurukannya selama ini, khususnya terkait dengan konsep "Sustainable Development".

Untuk itu, mari sama-sama kita refleksikan hal tersebut semata-mata sebagai amanah guna mengimplementasikan berbagai konsep-konsep hukum lainnya yang dipercaya dapat mengeluarkan negeri Indonesia dari krisis multidemensi yang kian menerpa selama ini. Hukum (masih) sebagai Panglima, oleh karenanya berbagai konsep hukum yang pernah atau akan kita buat wajib diimplentasikan dengan cara yang benar dan sungguh-sungguh agar di kemudian hari tidak bermetaforsa sekedar menjadi "macan kertas" belaka. Semoga tidak!

Salam Hangat,
New Delhi

Note: Download My Paper in English

==============
BERITA TERKAIT
==============

KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA LEMAH
Oleh: Zeynita Gibbons (Antara)

Konsep sustainable development atau pembangunan berkelanjutan yang dijalankan di Indonesia sangat lemah. Terbukti dari rendahnya peringkat Human Development Index (HDI)Indonesia yang dikeluarkan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP).

Berdasarkan laporan "Human Development Report", HDI Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara di dunia, dan peringkat ke-7 di antara negara-negara Asia.

Prof Dr Ir Saul Lemkowwitz yang menjadi pembicara kunci dalam pertemuan ilmiah Pelajar Indonesia "Students Scientific Meeting (ISSM) 2008" yang digelar Institute of Science and Technology (ISTEC) Indonesia, menyatakan banyak negara berkembang --seperti Indonesia-- mengira keberlanjutan pembangunan suatu bangsa dapat dicapai hanya dengan pengembangan teknologi.

"Padahal sustainability yang kuat harus dicapai dengan pengembangan lintas disiplin," katanya dalam pidatoa berjudul "How Sustainable is Modern Civilization".

Pertemuan ilmiah yang diikuti sekitar 100 pelajar Indonesia di luar negeri, seperti dari Belanda, Jerman, dan Inggris, dilaksanakan guna menemukan solusi sekaligus memperkuat konsep pembangunan berkelanjutan di Indonesia secara integral.

Pan Mohamad Faiz dari Fakultas Hukum "University of Delhi" menyatakan pembangunan berkelanjutan hanya dapat tercapai jika sebuah negara memunyai perspektif yang baik tentang perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) kepada warga negara.

Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia di India (PPI-India) yang di akhir Konferensi dianugerahi sebagai "The Best Oralist Presenter (Lecture)" menilai pembangunan berkelanjutan harus ditopang tiga pilar yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial.

"Ketiganya mempunyai sifat saling keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan Hak Asasi Manusia," katanya.

Sebagai ilustrasi, kata Faiz, kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan akan tertutup apabila kebutuhan atau hak-hak dasar masyarakat --seperti pangan, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal-- terlanggar ataupun tidak terpenuhi.

Pembangunan berkelanjutan juga menuntut kebebasan berpendapat dan hak berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.

Menurut Faiz, pembangunan tidak akan bisa berlanjut ("unsustainable") apabila penegakan hukum tidak berjalan sesuai fungsinya. Demikian pula jika terjadi diskriminasi etnik, agama, jenis kelamin, pembatasan berlebihan terhadap kebebasan beropini, berkumpul, dan aktivitas pers.

"Pembangunan juga tak ada artinya jika masih terdapat sejumlah besar masyarakat yang hidup di bawah bayang-bayang kemiskinan," ujarnya.

Mestinya, kata Faiz, pembangunan berkelanjutan juga harus mengacu sistem hukum, yang berlaku. "Indonesia menganut supremasi konstitusi, yang menjadikan UUD 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum dan perilaku kenegaraan. Mestinya itu harus benar-benar ditegakkan."

140 makalah

Dalam ISSM 2008, panitia menerima lebih dari 140 makalah yang berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan dan sekitar 64 makalah yang dipublikasikan.

Prof Ahmad Munawar yang menyampaikan makalahnya berjudul "Sustainable Urban Public Transport Planning in Indonesia, Case studies in Jogjakarta and Jakarta", mengatakan kebutuhan akan angkutan umum masal berupa kereta api ringan sangat dibutuhkan untuk angkutan kota selain dapat mengangkut banyak penumpang.

Untuk itu Ahmad Munawar mendukung kerjasama Indonesia dengan perusahaan trem listrik Belanda. "Proposal kerjasama antara Universitas Gajah mada dengan Universitas Delf Jerman juga tengah dibahas," ujarnya.

Penyelenggara pertemuan ilmiah pelajar Indonesia (Indonesian Student`s Scientific Meeting- ISSM) 2008 itu, sempat mengalami gangguan dengan terjadinya kebakaran di gedung arsitektur Delf University of Technology.

Menurut Amaltia Gunawan, salah satu panitia, ISSM 2008 bertujuan untuk membangun, mengembangkan dan memupuk kerjasama ilmiah dan teknis antara peneliti, akademisi Indonesia dengan partner mereka di luar negeri khususnya peneliti dari negara negara di Eropa.

Amaltia yang tengah mengambil Master di Zuid Holland, Netherlands menyebutkan ISSM 2008 juga bertujuan mengintensifkan peran penaliti dan akademisi khususnya dalam bidang agribisnis, bioteknologi, sosial dan politik, teknik, teknologi, informasi, energi, lingkungan dan ilmu alam.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar