Jumat, 26 September 2008

Breaking News (3)

INDONESIA BUTUH REVOLUSI PERPUSTAKAAN

Bertempat di ruang kerjanya, Jumat (5/9), Jimly Asshiddiqie bersama dengan Pengurus Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) melakukan silaturahmi sekaligus berdiskusi mengenai perkembangan sistem perpustakaan di Indonesia. Berulang kali istilah “revolusi” mencuat di tengah-tengah pertemuan tersebut. “Itu baru revolusi namanya”, ujar Jimly dihadapan Ketua PNRI, Dadi Rahmanata. Ada apa sebenarnya?

Rupanya gagasan yang dibawa oleh PNRI untuk melakukan digitalisasi perpustakaan sejalan dengan apa yang dipikirkan oleh Jimly selama ini. Menurutnya, hanya dengan mengembangkan perpustakaan yang berbasis digital dengan didukung perangkat internet, kapasitas data dan dokumen yang disimpan akan jauh lebih besar dibandingkan dengan perpustakaan dengan sistem konvensional fisik.

PNRI saat ini memang sedang mengembangkan sistem perpustakaan terintegrasi dari tingkat propinsi hingga tingkat desa. Untuk menuntaskan program tersebut dianggarankanlah sekitar Rp 100 milyar yang akan diperuntukan kepada 33 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun demikian, menurut Dadi, program tersebut masih terkendala oleh rendahnya kualitas SDM yang akan mengelola perpustakaan tersebut.

“Kita pun sudah coba dengan melakukan rangkaian training kepada mereka, khususnya yang terkait dengan keahlian IT. Tetapi biasanya setelah mereka mempunyai skill yang cukup, pengelola tersebut akan ditarik oleh lembaga atau perusahaan yang lebih besar. Sehingga selalu terjadi kekosongan posisi di perpustakaan”, ujar Woro Titi, Kepala Pusat Pelayanan Jasa PNRI.

Pusat Informasi Hukum Terlengkap

Terkait dengan bidang hukum, Jimly Asshiddiqie yang juga pernah menjadi motor gerakan gemar membaca, menyoroti tentang perlunya akses memperoleh keputusan negara secara bebas. Menurutnya, jenis-jenis keputusan negara yang mempunyai sifat mengikat ke masyarakat secara langsung harus dapat diketahui dan diakses oleh siapapun.

“Keputusan negara seperti peraturan (regeling), keputusan pengadilan (vonis), Surat Keputusan (SK), dan aturan kebijakan (policy rules) harus dapat diakses semata-mata untuk kepentingan publik. Misalnya, Rencana Tata Ruang Kota yang dibuat oleh Pemda harus bisa diakses oleh siapapun warga yang membutuhkannya,” jelasnya.

Belum adanya satupun perpustakaan hukum lengkap, baik yang bersifat fisik maupun digital, yang memuat seluruh dokumen hukum dan peraturan perundang-undangan dari tingkat pusat hingga daerah, membuat Guru Besar Hukum Tata Negara UI tersebut tidak habis pikir.

Oleh karenanya, kesempatan baik itu dimanfaatkan pula untuk mengajak PNRI untuk merancang bangun sistem terbaik untuk mewujudkan ide dan gagasannya mengenai penguatan Pusat Informasi Hukum terlengkap yang dapat diakses secara bebas oleh siapa saja, khususnya para praktisi hukum.

Semoga saja rencana ini bisa segera diwujudkan, sehingga benar apabila nantinya kita mengatakan bahwa awal terjadinya revolusi hukum akan dimulai dari ruang perpustakaan. [PMF]

Sumber: www.jimly.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar