“Selain memperdalam ilmu hukum, mahasiswa hukum sebaiknya juga turut terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi. Sehingga, ketika lulus nanti para sarjana hukum tidak hanya berpikir tentang pasal-pasal saja, tetapi juga mempunyai bekal mengenai praktik-praktik yang terkait dengan manajemen administrasi, keuangan, dan kemampuan berdiplomasi”, tuturnya.
Apabila belum dapat memaksimalkan potensi di banyak bidang, lanjutnya, mahasiswa sebaiknya melakukan konsentrasi dan pengembangan pada salah satu bidang saja. “Sehingga pada nantinya di lingkungan masing-masing, kalian dapat menjadi manusia yang bergelar “ter” (paling -red), misalnya terpintar di bidang agraria”, ungkap pria kelahiran Palembang, kota dimana Universitas Sriwijaya berdiri.
Di luar dugaan, tepat di tengah-tengah berlangsungnya diskusi, Guru Besar Hukum Tata Negara UI ini mengundang para mahasiswa untuk melakukan simulasi penggunaan internet dari meja kerjanya secara langsung. “Perpustakaan terbesar di dunia saat ini terletak pada jaringan internet. Kalau kalian tidak paham bagaimana cara menggunakan internet, maka kalian termasuk mahasiswa yang ketinggalan jaman,” candanya yang disambut dengan tawa renyah dari para mahasiswa.
Peraih penghargaan Bintang Mahaputera Utama ini memang dikenal kalangan luas sebagai seorang Negarawan yang ‘melek teknologi’. Kiprahnya selama lima tahun dalam menciptakan Mahkamah Konstitusi dengan basis teknologi tingkat tinggi telah menjadikannya sebagai salah satu pelopor pengadilan modern pertama di Indonesia.
Lebih dari itu, di tengah-tengah kesibukannya Jimly juga masih menyempatkan diri untuk menahkodai situs pribadinya sebagai media interaktif pertama di Indonesia yang menyajikan metode pengajaran hukum dan Konstitusi secara online dan gratis. Selain terdapat forum pertanyaan yang selalu dijawabnya secara langsung, setidaknya hingga berita ini diturunkan telah terdapat 18 kuliah online dan 10 buku ajar yang dapat diunduh (download) secara bebas oleh siapapun.
“Di Indonesia, buku-buku pelajaran masihlah menjadi barang yang mahal. Sedangkan, apabila konsep intellectual property laws kita terapkan secara total pada ilmu pengetahuan, khususnya terhadap buku bacaan, tentunya akan menimbulkan ketidakadilan bagi mereka yang amat membutuhkan buku-buku tersebut tetapi sangat kesulitan untuk membelinya. Oleh karenanya, buku-buku tersebut saya ikhlaskan demi kemajuan pendidikan bangsa Indonesia,” ujar penulis lebih dari 30 buku ilmiah di bidang hukum ini.
Namun demikian, kini yang menjadi pertanyaan adalah seberapa banyak mahasiswa dan kalangan luas yang telah memanfaatkan kemudahan sumber pengetahuan yang tersedia tersebut? Menurut catatan yang masuk ke meja Redaksi, setiap harinya terdapat sekitar 1.000 pengunjung website www.jimly.com yang sebagian besar di antaranya merupakan pengguna aktif forum tanya-jawab. “Kita berencana untuk mengembangkan website ini menjadi portal penting bagi para dosen-dosen di berbagai perguruan tinggi hukum, karena kuliah online saya sudah dipakai sebagai bahan ajar dan diskusi di ruang-ruang kelas mereka,” jelas Jimly.
Selepas pertemuan tersebut, Erza, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, merasa semakin bersemangat untuk mempelajari ilmu hukum di dalam kehidupannya. Tidak tanggung-tanggung, untuk lebih memotivasi dirinya dia meminta tanda-tangan langsung dari Jimly Asshiddiqie. “Saya mau taruh tanda-tangan Pak Jimly ini di depan buku saya, karena saya sudah nge-fans dengannya sejak semester II yang lalu”, ungkap Erza dengan wajah berbinar-binar.
Weleh, ternyata kini Prof. Jimly Asshiddiqie sudah menjadi idola baru bagi para intelektual muda Indonesia. Selamat yah Prof.! [PMF]
Sumber: www.jimly.com