KONSEP HUKUM “FAIR DEALING” DI BERBAGAI NEGARA PILIHAN:
Studi Perbandingan Berdasarkan UU Hak Cipta India, Inggris,
Amerika Serikat, Australia dan German
Studi Perbandingan Berdasarkan UU Hak Cipta India, Inggris,
Amerika Serikat, Australia dan German
Penulis: Pan Mohamad Faiz
Tebal: xviii + 88 Halaman
Waktu: Januari 2007
Bahasa: Inggris
Tujuan secara umum dari Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI), khususnya pada perlindungan atas Hak Cipta, adalah untuk memberikan dorongan bagi para pencipta untuk terus membuat hasil karya dengan meyediakan jalan dengan memperoleh hasil materi. Meskipun tujuan utama dari UU Hak Cipta adalah untuk mempromosikan, memajukan dan menyebarkan budaya dan ilmu pengetahuan, pangsa pasar hak cipta telah membenarkan adanya sifat dasar dari harta benda umum yang berasal dari hak cipta itu sendiri dengan menyediakan kompensasi kepada sang pencipta, namun tidak termasuk bagi selain para pembeli maupun bagi nereka yang mengembangkan pertukaran secara sukarela antara pencipta dan pengguna.
Sama halnya dengan berbagai situasi pasar lainnya yang menggunakan partisipasi sukarela, melalui mekanisme ini, kepentingan dari pemilik dan masyarakat umum akan bertemu pada satu titik yang sama. Adanya kemungkinan penghasilan, maka akan membuat para pencipta untuk terus memproduksi dan menyebarkan hasil karyanya, dengan demikian banyak yang berpendapat bahwa hal tesebut sama saja dengan memberikan pelayanan kepada kepentingan publik dalam hal memajukan dan menyebarkan ilmu budaya.
Dasar utama dari hak cipta sebagai konsep kepemilikan yaitu bahwa hal tersebut memungkinkan adanya perlindungan bagi hasil karyanya sendiri. Hal ini merupakan dasar ketentuan, di mana karya-karya tersebut merupakan ekspresi dari gagasan yang diperkenalkan kepada publik. Para pemilik tersebut menjadi bagian dari hadirnya berbagai informasi di mana arus informasi yang tanpa hambatan tersebut akan dapat menjadi penting bagi masyarakat secara umum.
Oleh karena itu, hak cipta memberikan jaminan bahwa para pencipta tidak hanya menjaga hasil karyanya di bawah pengawasan, dengan jalan mencegah terjadinya penyalinan ulang tanpa izin, akan tetapi juga memberikan jaminan bahwa para pencipta dapat memperoleh hasil manfaat dari hasil pekerjaan intelektualnya tersebut. Hal ini dapat dianggap sebagai sebuah insentif untuk mempublikasikan karyanya. Hak cipta juga bekerja sebagai sebuah kompensasi atas resiko keuangan dari penerimaan sang pemilik dengan jalan mempublikasikan hasik karyanya. Tanpa adanya perlindungan akan hak cipta, seorang pencipta mungkin saja akan menolak untuk mempublikasikan hasil karyanya, yang pada akhirnya publik juga tidak dapat menikmati karya tersebut.
Keuntungan yang dinikmati oleh pencipta melalui perlindungan akan hak cipta merupakan hal yang problematik. Hak penuh yang berada pada pemilik terhadap siapapun yang ingin menyalin hasil karyanya terkadang sangat berlawanan dengan kepentingan publik, seperti misalnya pada peran dan kepentingan di bidang sosial, politik, pendidikan dan kebudayan. Sebagian mengatakan bahwa informasi dan hasil karya seharusnya dipertimbangkan sebagai benda umum, oleh karenya tidak perlu dilindungi lagi oleh UU Hak Cipta. Hak untuk mengontrol akses bagi hasil karya seseorang sebelum dipublikasikan tidak akan menimbulkan permasalahan dalam kebebasan berbicara, akan tetapi penerbit dapat mengontrol akses tersebut setelah terjadinya publikasi. Hal ini menjelaskan kenapa secara historis hak cipta dianggap sebagai suatu bentuk monopoli yang seharusnya secara tegas ditafsirkan untuk melayani kepentingan publik di atas pemegang hak cipta.
Untuk mengatasi permasalah tersebut, negara-negara seperti Inggris, Amerika Serikat ataupun negara lainnya, di mana pemilik sangat menikmati perlindungan hak cipta, telah mencoba untuk menciptakan keseimbangan antara hak penuh sang pemilik, di satu sisi, bagi siapapun yang ingin menyalin ulang hasil karyanya, dan kepentingan publik dalam menggunakan hasil karya pemilik tersebut di sisi lainnya. Walaupun ketika sang pemilik menikmati hak cipta, perlindungan tersebut mempunyai banyak batasan. Sebagai contoh dari pembatasan tersebut yaitu adanya durasi secara berturut-turut dari hak cipta hasil pekerjaannya tersebut
Berbagai negara telah mengembangkan bermacam cara pembatasan. Di India dan Inggris, salah satu pembatasan dari perlindungan hak cipta dinamakan dengan “Fair Dealing Defence”. Sementara itu di Amerika Serikat, pembatasan tersebut dinamakan dengan “Fair Use Doctrine”. Fair Dealing pada dasarnya memberikan kesempatan kepada publik untuk menyalin suatu karya dari pemegang hak cipta dengan tujuan kritisasi, parodi ataupun kegunaan lainnya di bidang pendidikan tanpa harus meminta izin dari sang pemilik. Fair Dealing seringkali didefiniskan sebagai “keistimewaan yang dimiliki oleh orang lain dibandingkan dengan pemegang hak cipta untuk menggunakan benda atau karya yang telah memiliki hak cipta dalam lingkup tindakan yang layak tanpa harus adanya persetujuan sang pemilik, meskipun hak monopoli diberikan pada pemegang hak cipta tersebut”.
Dalam konteks ini, penelitian hukum berikut menaruh perhatian pada analisa mendalam sekaligus juga menguji peran lebih dari “fair dealing” dan “fair use” pada UU Hak Cipta yang berasal dari berbagai negara pilihan, yakni India, Inggris, Amerika Serikat, Australia dan German. Di samping mereka telah tumbuh pesat dalam perkembangan UU Hak Cipta di negaranya masing-masing, negara-negara tersebut juga merupakan anggota dari Konvensi Berne berikut juga Perjanjian TRIPS. Berdasarkan Pasal 9 Paragraf 2 dari Konvensi Berne dan Pasal 13 dari Perjanjian TRIPS, “three step test” berlaku dengan memberikan jaminan pembatasan dari hak cipta hanya ketika pembatasan tersebut “tidak memiliki konflik kepentingan dengan ekspolitasi dari suatu pekerjaan dan bukan merupakan persangkaan yang tidak masuk akal dari kepentingan yang sah dari pemegang hak”.
Selain itu, penelitian hukum ini juga mencoba untuk menjelaskan dan menganalisa konsep hukum dari “fair dealing” ataupun “fair use” guna melindungi sisi lain dari kepentingan yang dimiliki oleh publik secara umum. Adapun struktur penelitiannya adalah sebagai berikut:
Tebal: xviii + 88 Halaman
Waktu: Januari 2007
Bahasa: Inggris
Tujuan secara umum dari Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI), khususnya pada perlindungan atas Hak Cipta, adalah untuk memberikan dorongan bagi para pencipta untuk terus membuat hasil karya dengan meyediakan jalan dengan memperoleh hasil materi. Meskipun tujuan utama dari UU Hak Cipta adalah untuk mempromosikan, memajukan dan menyebarkan budaya dan ilmu pengetahuan, pangsa pasar hak cipta telah membenarkan adanya sifat dasar dari harta benda umum yang berasal dari hak cipta itu sendiri dengan menyediakan kompensasi kepada sang pencipta, namun tidak termasuk bagi selain para pembeli maupun bagi nereka yang mengembangkan pertukaran secara sukarela antara pencipta dan pengguna.
Sama halnya dengan berbagai situasi pasar lainnya yang menggunakan partisipasi sukarela, melalui mekanisme ini, kepentingan dari pemilik dan masyarakat umum akan bertemu pada satu titik yang sama. Adanya kemungkinan penghasilan, maka akan membuat para pencipta untuk terus memproduksi dan menyebarkan hasil karyanya, dengan demikian banyak yang berpendapat bahwa hal tesebut sama saja dengan memberikan pelayanan kepada kepentingan publik dalam hal memajukan dan menyebarkan ilmu budaya.
Dasar utama dari hak cipta sebagai konsep kepemilikan yaitu bahwa hal tersebut memungkinkan adanya perlindungan bagi hasil karyanya sendiri. Hal ini merupakan dasar ketentuan, di mana karya-karya tersebut merupakan ekspresi dari gagasan yang diperkenalkan kepada publik. Para pemilik tersebut menjadi bagian dari hadirnya berbagai informasi di mana arus informasi yang tanpa hambatan tersebut akan dapat menjadi penting bagi masyarakat secara umum.
Oleh karena itu, hak cipta memberikan jaminan bahwa para pencipta tidak hanya menjaga hasil karyanya di bawah pengawasan, dengan jalan mencegah terjadinya penyalinan ulang tanpa izin, akan tetapi juga memberikan jaminan bahwa para pencipta dapat memperoleh hasil manfaat dari hasil pekerjaan intelektualnya tersebut. Hal ini dapat dianggap sebagai sebuah insentif untuk mempublikasikan karyanya. Hak cipta juga bekerja sebagai sebuah kompensasi atas resiko keuangan dari penerimaan sang pemilik dengan jalan mempublikasikan hasik karyanya. Tanpa adanya perlindungan akan hak cipta, seorang pencipta mungkin saja akan menolak untuk mempublikasikan hasil karyanya, yang pada akhirnya publik juga tidak dapat menikmati karya tersebut.
Keuntungan yang dinikmati oleh pencipta melalui perlindungan akan hak cipta merupakan hal yang problematik. Hak penuh yang berada pada pemilik terhadap siapapun yang ingin menyalin hasil karyanya terkadang sangat berlawanan dengan kepentingan publik, seperti misalnya pada peran dan kepentingan di bidang sosial, politik, pendidikan dan kebudayan. Sebagian mengatakan bahwa informasi dan hasil karya seharusnya dipertimbangkan sebagai benda umum, oleh karenya tidak perlu dilindungi lagi oleh UU Hak Cipta. Hak untuk mengontrol akses bagi hasil karya seseorang sebelum dipublikasikan tidak akan menimbulkan permasalahan dalam kebebasan berbicara, akan tetapi penerbit dapat mengontrol akses tersebut setelah terjadinya publikasi. Hal ini menjelaskan kenapa secara historis hak cipta dianggap sebagai suatu bentuk monopoli yang seharusnya secara tegas ditafsirkan untuk melayani kepentingan publik di atas pemegang hak cipta.
Untuk mengatasi permasalah tersebut, negara-negara seperti Inggris, Amerika Serikat ataupun negara lainnya, di mana pemilik sangat menikmati perlindungan hak cipta, telah mencoba untuk menciptakan keseimbangan antara hak penuh sang pemilik, di satu sisi, bagi siapapun yang ingin menyalin ulang hasil karyanya, dan kepentingan publik dalam menggunakan hasil karya pemilik tersebut di sisi lainnya. Walaupun ketika sang pemilik menikmati hak cipta, perlindungan tersebut mempunyai banyak batasan. Sebagai contoh dari pembatasan tersebut yaitu adanya durasi secara berturut-turut dari hak cipta hasil pekerjaannya tersebut
Berbagai negara telah mengembangkan bermacam cara pembatasan. Di India dan Inggris, salah satu pembatasan dari perlindungan hak cipta dinamakan dengan “Fair Dealing Defence”. Sementara itu di Amerika Serikat, pembatasan tersebut dinamakan dengan “Fair Use Doctrine”. Fair Dealing pada dasarnya memberikan kesempatan kepada publik untuk menyalin suatu karya dari pemegang hak cipta dengan tujuan kritisasi, parodi ataupun kegunaan lainnya di bidang pendidikan tanpa harus meminta izin dari sang pemilik. Fair Dealing seringkali didefiniskan sebagai “keistimewaan yang dimiliki oleh orang lain dibandingkan dengan pemegang hak cipta untuk menggunakan benda atau karya yang telah memiliki hak cipta dalam lingkup tindakan yang layak tanpa harus adanya persetujuan sang pemilik, meskipun hak monopoli diberikan pada pemegang hak cipta tersebut”.
Dalam konteks ini, penelitian hukum berikut menaruh perhatian pada analisa mendalam sekaligus juga menguji peran lebih dari “fair dealing” dan “fair use” pada UU Hak Cipta yang berasal dari berbagai negara pilihan, yakni India, Inggris, Amerika Serikat, Australia dan German. Di samping mereka telah tumbuh pesat dalam perkembangan UU Hak Cipta di negaranya masing-masing, negara-negara tersebut juga merupakan anggota dari Konvensi Berne berikut juga Perjanjian TRIPS. Berdasarkan Pasal 9 Paragraf 2 dari Konvensi Berne dan Pasal 13 dari Perjanjian TRIPS, “three step test” berlaku dengan memberikan jaminan pembatasan dari hak cipta hanya ketika pembatasan tersebut “tidak memiliki konflik kepentingan dengan ekspolitasi dari suatu pekerjaan dan bukan merupakan persangkaan yang tidak masuk akal dari kepentingan yang sah dari pemegang hak”.
Selain itu, penelitian hukum ini juga mencoba untuk menjelaskan dan menganalisa konsep hukum dari “fair dealing” ataupun “fair use” guna melindungi sisi lain dari kepentingan yang dimiliki oleh publik secara umum. Adapun struktur penelitiannya adalah sebagai berikut:
LEGAL CONCEPT OF FAIR DEALING IN SELECTED COUNTRIES:
A Comparative Study under Copyright Law of India, United Kingdom,
United States, Australia and Germany
A Comparative Study under Copyright Law of India, United Kingdom,
United States, Australia and Germany
ACKNOWLEDGMENT
CONTENTS
TABLE OF CASES
ABSTRACT
CHAPTER I: INTRODUCTION
1.1. Background to Research Paper
1.2. Objectives
1.3. Research Methodology
1.4. Structure of Research Paper
CHAPTER II: AN OVERVIEW OF COPYRIGHT
2.1. Introduction of Copyright
2.1.1. Definition of Copyright
2.1.2. Object of Copyright
2.1.3. International Convention and the Statutory
2.1.4. Extension of Copyright and Allied Right
2.2. Nature of Copyright
2.2.1. General
2.2.2. Scope of Copyright
2.2.3. Original Work and Nature of Right
2.3. Author and Ownership of Copyright
2.3.1. The Author
2.3.2. Author an Employee
2.3.3. Commissioned Works
2.3.4. Miscellaneous
2.4. Infringement of Copyright
2.4.1. General
2.4.2. Definition of Infringement and Infringing Copy
2.4.3. Copyright Protects and the Essential of Infringement
2.4.4. Factors Considered
2.4.5. Causal Connection and Indirect Copying
CHAPTER III: FAIR DEALING UNDER INDIAN AND UNITED KINGDOM COPYRIGHT ACT
PART I: INDIA
3.1. Introdcution
3.2. Legal Concept
3.2.1. Phrase of Fair Dealing
3.2.2. Private Use and Research
3.2.3. Criticism and Review: Reporting Current Events
PART II: UNITED KINGDOM
3.1. Introduction
3.2. The Development of Fair Dealing Defence
3.3. Legal Concept
3.3.1. Research and Private Study
3.3.1.1. Research and Private Study
3.3.1.2. Copying by a Person other than the Student or Researcher
3.3.1.3. Commercial Research
3.3.1.4. Computer Database
3.3.1.5. Database
3.3.2. Criticism, Review and News Reporting
3.3.2.1. Criticism and Review
3.3.2.2. Criticism and Review “of a work”
3.3.2.3. Work Reproduced Need to be Work Criticized
3.3.2.4. Parody, Burlesque and Satire
3.3.2.5. Reporting Current Events
3.3.2.6. Avoidance of Certain Terms Relating to News Reporting
3.3.2.7. Sufficient Acknowledgment
3.4. The Concept of Fairness
3.4.1. The Meaning of Fairness
3.4.2. An Objective Test
CHAPTER IV: FAIR USE DOCTRINE IN UNITED STATES
4.1. Introduction
4.2. The Development of Fair Use
4.2.1. Fair Use before the Copyright Act of 1976
4.2.2. The Codification of Fair Use in the Copyright Act 1976
4.3. Legal Concept
4.4. Factors of Fair Use
4.4.1. Purpose and Character of the Use
4.4.2. Nature of the Copyrighted Work
4.4.3. Amount and Substantiality of the Portion Used
4.4.4. Market Effect
4.5. Practical Effect of Fair Use Defence
4.5.1. Fair Use as Defence
4.5.2. Fair Use and Parody
4.5.3. Fair Use on the Internet
CHAPTER V: FAIR DEALING IN THE LIGHT OF AUSTRALIAN AND GERMAN EXPERIENCE
PART I: AUSTRALIA
5.1. Introduction
5.2. Personal Use
5.3. Authorisation of Copyright Infringement
5.4. Case Examples
5.4.1. Photocopiers
5.4.2. Kazaa in Australia
PART II: GERMANY
5.1. Introduction
5.2. Parody
5.2.1. Music Parody
5.2.2. Other Forms of Parody
5.3. Photocopying
5.3.1. Archives
5.3.2. Copying by Someone other than the Copyright Owner
5.3.3. Commercial vs. Non-Profit Use
5.4. News, Videotaping and Computer Programs
5.4.1. News Reporting, Criticism and Comments
5.4.2. Videotaping
5.4.3. Computer Programs
5.5. Photos of Artistic Works in Public Places
CHAPTER VI: CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS
5.1. Conclusions
5.2. Suggestions
BIBLIOGRAPHY
Konsep pembatasan dan pengecualian pada Hak Cipta yang tertuang dalam “Fair Dealing” ataupun “Fair Use” di berbagai negara sangatlah menarik untuk kita simak bersama. Selain dapat menjadi bahan masukan bagi para pembuat undang-undang mengenai Hak Cipta di negara kita, deskripsi yang diuraikan satu persatu beserta analisa perkara di berbagai pengadilan negara lain akan sangat berharga bukan saja bagi para ahli hukum, akan tetapi juga bagi para jurnalis, pelajar, dosen, peneliti, kepa perpustakaan, hingga masyarakat umum. Sebab, berbagai hal dan karya benda yang kita temui dalam aktivitas sehari-hari sudah pasti akan selalu terkait dengan sentuhan hak cipta. Oleh karenanya penting bagi kita semua untuk dapat membedakan dan memilah hal mana yang dapat kita lakukan pada suatu hasil karya seseorang tanpa harus melanggar ketentuan hak cipta yang telah diatur di masing-masing negara yang bersangkutan.
Sebagai pertanggungjawaban moral dan akademis saya, maka kepada siapapun yang ingin membaca lebih lengkap dan memperoleh secara detail hasil penelitian ini, dapat mengajukan permohonan dengan menuliskannya pada fasilitas tanggapan yang telah disediakan di bawah artikel ini beserta tujuan penggunaannya. Akhir kata saya ucapkan: “Selamat membaca dan mari kita dukung selalu Pendidikan Indonesia”.
New Delhi,
© Pan Mohamad Faiz
# http://jurnalhukum.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar